Sabtu, 04 Maret 2017

HAYY IBN YAQZAN (versi Ibn Sina)



     Ketika aku berkelana dengan saudaraku Ashim (Ashim (penjaga) adalah fakultas spekulatif, yang hanya dimiliki oleh jiwa, bukan raga. Ini didasarkan atas fakta bahwa ‘ashim adalah yang menjaga agar tidak masuk ke tempat yang berbahaya dan agar tak terjatuh dalam kesalahan) dari Wilayah Transoxania (Dunia halus), ke negeri barat (dunia materi (hayula) yang hubungannya dengan dunia halus adalah suatu penyelubungan kegelapan), untuk memburu segerombolan burung di pantai Laut Hijau (Laut Hijau adalah hal alam kasat indera, dimana kita pergi mendapatkan pengetahuan tentang hal-hal yang kasat indera dan memahami kesempurnaan kita sendiri, serta melangkah dari sana menuju akal kebiasaan (‘aqli malakat) dan dari akal kebiasaan menuju akal yang bermanfaat (‘aqli-mustafad), tiba-tiba kami sampai di sebuah kota “yang penduduknya jahat” (QS.4:75), yaitu kota Kairouan (Kairouan adalah dunia ini. Yang dimaksudkannya dengan si jahat adalah orang-orang dunia ini, dunia pertentangan, karena pertentangan tidak akan timbul tanpa adanya peperangan, dan peperangan tidak akan timbul tanpa adanya kejahatan).
        Ketika orang tau kami tiba-tiba mendatangi mereka, kami sebagai putra-putra dari orang yang dikenal sebagai Al-Hadi ibn Al-Khayr Al-Yamani (Al-Hadi (pemandu) adalah asal pertama, dengan Al-khayr (yang baik) adalah akal universal, sebab keduanya ini merupakan sarana bagi petunjuk dan kebaikan), mereka mengelilingi kami dan menahan kami dengan belenggu besi (Belenggu dan ikatan itu dalah tubuh) dan memenjarakan kami di dasar sebuah lubang yang dalamnya tak terukur (lubang adalah dunia yang gelap ini). Di atas ‘sumur yang tak digunakan’ini,(QS.22.45) yang dibangun karena kedatangan kami, sebuah ‘istana yang tinggi’ (QS.22.45) yang memiliki banyak menara. (istana yang tinggi adalah jiwa-jiwa yang diciptakan sebelum benda-benda (angkasa) dan orbit-orbit. Menara adalah sfera langit).

            Selanjutnya kami diberitahu, ‘Kalian boleh naik ke istana itu pada malam hari, tetapi menjelang pagi kalian harus masuk kembali ke “dasar lubang” itu. (pada malam hari kita dapat naik ke dunia Halus melalui mimpi, dan melihat bentuk-bentuk dari hal-hal yang dapat dimengerti. Karena indera-indera mati pada waktu tidur dan tiak ikut campur, maka kita menjadi mudah menerima. Tetapi pada siang hari, ketika terjaga, kita tidak mungkin berpikir akan melakukan hal semacam itu, dikarenakan campur tanagan indera; maksudnya, dalam keadaan mati, kita dapat mencapai dunianya hal-hal yang dapat dimengerti, sedangkan tidur adalah kematian yang kedua, sebagaimana dikatakan dalam Al-Quran : Allah mencabut jiwa setiap orang pada sat kematiannya, dan membungkam jiwa orang yang belum mati pada waktu tidurnya,” (QS. 39:42).
   
    Di dasar lubang itu ada “berlapis-lapis kegelapan. (QS.12:10 :lubang itu adalah tempat Yusuf dibuang oleh abang-abangnya yang iri). Ketika kami menjulurkan tangan, kami hampir saja tidak dapat melihatnya. (variasi QS.24:40), Tetapi, pada malam hari kami naik ke istana itu dan melihat kekosongan, dengan jalan mengintip lewat sebuah jendela kecil. Kadang-kadang burung-burung merpati mendatangi kami dari singgasana Yaman yang indah untuk menceritakan kepada kami tentang keadaan tempat tinggal Sang Tercinta.

   Kadang-kadang cahaya kilat Yaman mengunjungi kami, berkedip dari timur, di sisi kanan, (QS.19:52, 20:80) dan memberitahukan tentang jalan-jalan raya di Nejd; dan hembusan angin yang beraroma arak (Arak adalah sebuah pohon yang akarnya pahit. Cabang-cabangnya yang wangi digunakan untuk pasta gigi) membuat kami semakin ekstatis, (Dia mengemukakan semua ini dengan gaya Arab, sebab mereka menyinggung-nyinggung sang tercita dengan jejak-jejak lokasi tenda, angind dan harum bunga. Yang dimaksudkannya adalah bahwa pada wakttu tidur kita dapat melihat hal-hal yang bersifat spiritual dan bentuk-bentuk yang dapat dimengerti yang ada di dunia ruh, sebab indera telah mati). Maka kami jadi merana merindukan tanah air kami. (Yaitu, kita pun berasal dari dunia itu).
      
        Demikianlah keadaan kami, naik pada malam hari, dan turun pada pagi hari, ketika kami melihat burung hoope (Burung hoope adalah fakultas inspirasi (ilham)), masuk melalui jendela kecil dan menyampaikan salam pada malam hari di saat bulan purnama. (yang dimaksud malam bulan purnama adalah bahwa kita terbebas dari kotoran alam (nature) dn asap yang merusak). Di paruhnya ada sepucuk surat yang dikirmkan dari ‘sisi’ kanan lembah ((Dunia halus disebutnya berada di sebelah kanan lembah. Di manapun (kata-kata) “kanan” (yamin) dan “kebahagiaan” (Yumn) dikemukakan, inilah yang mereka maksudka.  Dunia yang lebih rendah disebutnya yang “kiri”) di padang yang diberkahi, dari pohon. (QS.28”30).

   Dia berkata kepada kami, “Aku akan membebaskan kalian”. Aku datang dari Syeba dengan membawa kabar, (Dari syeba dengan membawa berita, yaitu dari keraguan ke pengetahuann yang pasti), dan kabar itu dijelaskan dalam surat ini dari ayah kalian.
            Kami membaca surat itu, yang isinya : “Dari Al-Hadi ayah kalian, dan :Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Penyayang.” (QS.27:30, pembukaan surat Raja Sulaiman yang dikirmkan oleh burung hoope kepada Ratu Syeba), kami telah (berusaha) membuat kaliam merindukan (kami), tetapi kalian tidak merindu. Kami telah memanggil kalian, tetapi kalian tidak datang. Kami telah menunjuk jalan pada kalian, tetapi kalian tidak mengerti.’ Dan dia menunjukku dalam suratnya, ‘Jika kamu ingin dibebaskan bersama saudaramu, (Saudaramu adalah akal spekulatif, pemandu (‘ashim)), segeralah pergi.
            Berpeganglah pada tali kami, yaitu ekor naga (Ekor naga, (jawzahr) adalah salah satu dari kedua titik bulan, pada waktu terjadi gerhana) dari dunia suci yang menguasai wilayah-wilayah gerhana bulan. (Alam gerhana adalah dunia praktik kezuhudan). Jika kamu sampai di lembah semut (lembah semut adalah sifat irihati – Lembah semut berasal dari pertemuan Sulaiman dengan ratu semut, liat QS. 27.186) goyangkan bajumu (yaitu sibakan rintangan dari bajumu) dan katakan, “Terpujilah Tuhan yang telah memberikan kehidupan padaku setelah membuatku mati!” dan “di tangan-Nyalah kebangkitan itu”. (QS.67.15). Selanjutnya lenyapkanlah keluargamu dan bunuhlah istrimu (istri adalah nafsu birahi), sebab “ “dia akan menjadi salah seorang yang tertinggal di belakang” (kata-kata ini mengacu pada istri Luth QS.29:31) dan 15:60). Pergilah ke mana pun kami diperintahkan, “sebab sisa terakhir dari orang-orang itu akan ditinggalkan pada pagi hari” (Kata-kata itu mengacu pada umat Luth, para penduduk Sodom dan Gomorrah QS 15:66). Naiklah ke kapal dan katakan “Bismillah” ketika ia bergerak maju dan ketika ia berhenti” (Kata-kata yang diucapkan Nuh ketika melayarkan kapalnya, QS.11:41).
            Dia menjelaskan di dalam surat itu segala sesuatu yang akan terjadi di perjalanan. Kemudian si burung hoope (ilham) pergi. Matahari sudah berada di atas kepala kami ketika kami mencapai ujung kegelapan (“Matahari berada di atas kepala kami”  berarti bahwa kehidupan menjadi ciut, dan formanya berubah ketika kita mencapai tepian bayang-bayang, yaitu materi yang akan dilepaskan dari forma. Sebagai bukti bahwa yang dimaksudkannya dengan “matahari” dan “bayang-bayan” adalah materi dan forma, bandingkan dengan (QS.25:45) : Tidakkah engkau perhatikan kekuasaan Tuhanmu, bagaimana Dia memperpanjang atau memperpendek bayang-bayang yang ditimbulkan matahari? Jika Dia mau, niscaya dijadikan-Nya bayang-bayang itu mantap.
            Kemudian Kami jadikan matahari sebagai bukti, sumber penyebab bayang-bayang itu. Kemudian kami lenyapkan bayang-bayang itu perlahan-lahan dengan menampilkan sinar matahari, yaitu jika matahari tidak tampak, jika forma tidak mewujud, maka bayang-bayang ini, atau materi, tidak akan memiliki kedudukan mental eksisstensi, yaitu ia akan menjadi benda yang non-eksistensi). Kami menaiki kapal, dan kapal berlayar ‘di antara gelombang setinggi gunung, ((QS. 11.42), dan kami ingin pergi ke Gunung Sinai untuk mengunjungi pertapaan ayah kami. Gelombang memishakan aku dari anakku, (Putra adalah jiwa hewani (ruh-i hayawani) yang tenggelam), dan ‘ anakku menjadi salah seorang yang tenggelam. (QS.11:43) tentang seorang pemuda yang kadang-kadang ditafsirkan sebagai putra Nuh).
            Aku menyadari bahwa ‘ ramalan orang-orangku akan dihukum, akan menjadi nyata di pagi hari. Tidakkah pagi sudah dekat, ((QS.11:81) lagi-lagi tentang umat Luth; Pagi-pagi sudah dekat adalah penyatuan dengan jiwa khusus dan universsal). Aku juga menyadari bahwa ‘kota yang dipenuhi kejahatan-kejahatan kotor (kota adalah mikrokosmos; (QS.21:74, tentang Sodom dan Gomorrah), itu akan dibuat jungkir balik (QS.11:82) dan bebatuan dari lempung yang dibakar ((QS.11:82), akan ditumpahkan ke arahnya. (penyakit, wabah dan hal-hal yang dibenci dari fakultas-fakultas yang jahat seperti sifat sombong, tamak dan iri hati).
            Ketika kami mencapai tempat di mana gelombang-gelombang itu beradu dan air bergulung-gulung, aku menarik inang penyusu yang telah menyusuiku, dan melemparkannya ke laut. (Yiatu ketika kita sampai kesebuah tempat, dimana gelombang bergolak aku meneggelamkan jiwa bersamaku (ruh i thabi’i) yaitu aku melampauinya juga).
            Karena kami sedang berlayar dengan sebuah kapal ‘yang terdiri atas papan dan paku’, (yaitu kita masih bersama tubuh kita ; QS.54:13), kami membuka paksa kapal itu (bandingkan dengan QS.18:71, kisah tentang Khdir dan Musa) karena takut seorang raja (Sang Raja adalah Malaikat kematian), di belakang kami akan mengambil setiap kapal dengan kekerasan  ((QS.18:79) dari penjelasan Khidir tentang alasannya mesukap kapal).
            Lalu bahtera kami yang penuh muatan itu membawa kami ke Pulau Gog dan Magog di sebelah kiri Gunung Judi. (yaitu dalam keadaan ini, pemikiran-pemikiran yang merusak dan kecintaan akan dunia berkecamuk dalam khayalan; Gunung Judi, Gunung dimana kapal Nuh berlabuh (QS.11.44) padanan Islami untuk ararat). Di situ ada bersamaku Jin (Jin adalah fakultas khayalan-khayalan dan pikiran), yang bekerja untuk ku.dan aku berkuasa atas sebuah sumur yang berisi kuningan yang meleleh. (kearifan/hikmah). Aku berkata kepada jin itu, “Tiuplah sampai ia menjadi seperti api (QS.18:96; kata Dzul Qarnayn kepada jin yang sedang membangun bendungan untuk mencegah masuknya Gog dan Magog). Kemudian aku membuat sebuah bendungan agar aku terpisah dri mereka. Dan “perhitungan Tuhan itu benar” (QS.18”98, kata Dzul Qarnayn yang meramalkan janji Tuhan untuk emnghancurkan bendungan itu menjadi debu).
Aku berkelana di wilayah itu. Di jalan aku melihat tengkorak Ad dan Tsamud, (tengkorak menggambarkan nila kerendahan dunia ini), hampir di atas tahta mereka ((QS.22:45).
            Aku mengambil “dua tunggangan” (Kedua tunggangan itu adalah jiwa yang cenderung (pada kejahatan) (QS.12:53) dan jiwa yang menyalahkan dirinya sendiri (QS.75:2) bersama dengan motivasi dan seleranya. Keduanya bisa dianggap berasal dari fakultas estimatif (wham) dan imajinasi retentif (khayal), (Kata tsaqalayn (QS.55:31) biasanya ditafsirkan sebagai umat manusia dan jin), Bersama dunianya dan menempatkan mereka, bersama dengan jin, ke dalam botol bulat kecil (botol kecil, adalah otak, sumber jiwa manusia (ruh-nafsani) yang pertumbuhannya berasal dari ego (man)), yang telah ku buat yang di atasnya ada garis-garis seperti lingkaran (Garis-garis adalah urat-urat dan rongga-rongga, yang menyerupai lingkaran).
            Aku memotong sungai-sungai (yaitu fakultas gerak, yang berada di dalam otak (dan bekerja) melalui pembuluh darah, selaput dan otot), dari hati langit (langit adalah kepala), dan ketika airnya diputuskan dari penggilingan, bangunannya hancur berkeping-keping dan menghilang di udara yang tipis (yaitu aku telah meninggalkan jiwa manusiawi). Lalu aku meleparkan dunianya dunia ke langit, sampai matahari, bulan, serta bintang-bintang hancur (Yaitu, jiwa yang cenderung pada kejahatan, jiwa alamiah dan jiwa manusiawi, dibuat seperti fakultas-fakultas lainnya, yang tinggal hanya fakultas-fakultas tertentu, seperti fakultas praktis dan spekulatif).
            Selanjutnya aku diselamatkan dari empat belas peti mati dan sepuluh kuburan (14 peti mati adalah 14 fakultas, 10 kuburan adalah indera eksternal dan internal. Yang 14 itu dapat dikemukakan sebagai berikut : atraktif, retentif, digetif, ekspulsif, nutritif, generatif, mormatif, augmentatif, pemberang dan nafsu birahi, dan empat humour (panas, dingin, kering, basah), dari sini muncul bayangan Tuhan untuk mensucikan aku, “suatu hal yang mudah” ((QS.25:46), setelah membuat “atahari terbit” ((qs.25:47).
Aku menemukan jalan Tuhan, dan menyadari bahwa “inilah jalanku” ((QS.6 : 154).
            Saudara perempuan (Saudara perempuan adalah materi benda-benda dunia yang tetap berada di dunia yang gelap, yang dapat dipisahkan dari forma, yang dianggapnya sebagia penyebab demam dan mimpi buruk, yaitu jangka waktu ketika tidak dipisahkan. Maksudnya, aku pun telah meninggalkan materi dunia ini), dan keluargaku mengidap “penderitaan yang sangat berat sebagai hukuman dari Tuhan” (QS.12.107), di malam hari, dan dia menghabiskan sebagian malam itu dalam kegelapan; dia mengalami demam dan mimpi buruk, sehingga dia merasakan sakit kepala yang hebat.
            Aku melihat sebuah lampu (Lampu adalah akal aktif, yang mengelola dunia ini. Ia disebut aktif karena banyak tindakan yang lahir darinya, tidak seperti akal langit, yang melahirkan hanya satu tindakan), yang berisi minyak (Minyak yang dihasilkan darinya adalah kekuatan penghidupan benda-benda jasmaniah, yang merupakan kerajaan). Lampu itu memancarkan cahaya ke seluruh bagian rummah. Ia menerangi ceruk, dan penghuninya disinari cahaya matahari (Kosa kata diambil dari QS.24:35).
            Aku meletakkan lampu itu di mulut seekor naga (Yaitu aku melepaskan akal aktiff, yang mengelola dunia ini, atas unsur-unsur dunia ini. Bukti untuk ini adalah bahwa dia mengatakan “tinggal” : meskipun unsur-unsur dunia ini berputar, mereka tidak memiliki bentuk melingkar (melainkan tetap/tidak bergerak), yang berada di dalam menara kincir air (Menera kincir air adalah langit yang berputar seperti roda; Dalam astronimo kincir air itu adalah Aquarius), yang di bawahnya terbentang laut Clysma (Laut Clysma adalah perairan di bawah langit), dan di atasnya ada bintang-bintang, dan asal usul cahayanya hanya diketahui oleh Sang Pencipta dan mereka “yang mendalam pengetahuannya” ((QS.3.57). Aku melihat singa (Singa adalah tanda zodiak Leo), dan banteng (Banteng adalah tanda zodiak Taurus, simbol kesejahteraan, yang mencerminkan motif artistis Iran tradisional darogir, singa dan banteng yang terlibat dalam pertempuran), telah lenyap (Meskipun nama-nama yang terpisah tetap ada, yang dimaksudkannya adalah bahwa dia telah mencapai dunia ketunggalan (‘alam-i mufradat), di mana karena segala sessuatu memiliki satu sifat (nature), maka di situ tidak ada pertikaian, seperti antara singa dan banteng), dan busur (busur adalah tanda zodiak Sagitarius, si Pemanah), serta kepiting (Canser), telah terlipat di dalam putaran sfera-sfera (yaitu, tidak ada kejahatan, keduanya ini adalah ibarat untuk kejahatan). Timbangan (Zodiak Libra) tetap seimbang ketika bintang Yaman (Bintang Yaman adalah Canopus (suhayl), bintang yang sangat menonjol dalam adat dan penegetahuan timur (estern lore), muncul (yang dimaksud adalah Jiwa Universal) dari balik awan yang bergumpal-gumpal (yaitu akal dan jiwa dari balik bentuk)  yang terdiri atas apa yang akan dipintal laba-laba di sudut-sudut dunia elemental di alam kelhairan dan kehancuran.
            Kami bersama domba (domba wekali rasa takut ), domba itu kami tinggalkan di tengah belantara. Mereka dihancurkan oleh gempa bumi, dan amukan api membakar mereka. Ketika jarak telah terlewati, dan jalan-jalan telah dilalui, dan “keran telah di tuangkan” ( QS. 11.40, tanda untuk awal banjir besar), aku melihat tubuh-tubuh suci. Aku bergabung dengan mereka dan mendengar suara serta cara-cara mereka, yang aku pelajari untuk ku nyanyikan, tetapi suara itu tidak enak di telingaku seolah-olah itu adalah rantai yang sedang diseret melewati batu granit. Anggota tubuhku hampir tercabik berkeping-keping, dan tulang-tulang sendiku hampir rontok akibat kesenangan yang aku alami. Peristiwa itu terus berulang-ulang sampai awan-awan bertebaran, dan selaput terkoyak (Yaitu selubung telah diangkat).
            Aku meninggalkan gua dan lubang-lubang besar itu, dan turun dari kamar-kamar, berjalan menuju mata air kehidupan. Aku melihat batu besar di puncak bukit yang mirip gunung tinggi. Aku bertanya pada ikan ((yaitu jiwa-jiwa tertentu yang telah mencapai tempat tinggal mereka), yang berkumpul di dalam mata air kehidupan dan bersenang-senang di bawah bayangan gunung yag menjulang tinggi, apakah tanjung itu dan apakah batu besar itu.
            Salah seekor ikan itu berenang ke laut (yaitu dalam pengetahuna (ilm), menggali terowongan ((QS.18:61) suatu rujukan kepada ikan kering yang menjadi hidup dan berenang ketika dijatuhkan oleh pelayan Musa (Yusya) pada waktu mereka mencari “Pertemuan dua laut” di mana mereka bertemu dengan “hamaba Tuhan Yang Saleh” yang ditafsirkan sebagai Khidir di Mata Air Kehidupan). Ia berkata, “Itulah yang kami cari” (QS. 18:64; kata-kata Musa kepada Yusya ketika diberitahu tentang hidupnya kembali ikan itu), dan gunung itu adalah Gunung Sinai (yaitu sfera-sfera). Batu itu adalah sel ayahmu (Sang Ayah adalah akal universal). Apakah ikan-ikan itu? Aku bertanya. Ia menjawab, “Makhluk sejenismu : kalian adalah putra-putra dari satu orang ayah. Mereka diwijudkan sebagaimmana kamu, jadi mereka adalah saudara-saudaramu.”
            Ketika aku mendengar dan ssadar, aku memeluk mereka dan begirang hati karena mereka, dan mereka bergirang hati karena aku. Aku menaiki gunung itu dan melihat ayah kami, seorang tua (jiwa universal), yang berkat kecemerlangan cahayanya, langit dan bumi hampir terkuatk. Aku bingung dan takjub karenanya. Aku berjalan ke arahnya. Dia menyalami ku, lalu aku menjatuhkan diri di hadapannya, dan hampir lenyap akibat pancaran cahayanya.
            Aku meratap sesaat dan mengeluh padanya mengenai penjara Kairouan. Dia berkata padaku, “itu bagus. Kamu telah bebas. Tetapi kamu harus kembali ke penjara barat, sebab kamu belum melepaskan ikatan-ikatanmu seluruhnya” ((Yaitu kamu telah datang demi pemikiran (fikr) dan inspirasi (ilham), tetapi masih ada sisa-sisa ikatan dalam dirimu ). Ketika aku mendengarnya mengatakan ini, aku kehilangan akal, menangis dan mengerang bagaikan orang yang melihat kehancurannya telah hadir di hadapan matanya. Aku memohon padanya, tetapi ia berkata, “Adalah penting bagimu untuk kembali sekarang, tetapi aku akan memberimu kabar yang menyenangkan tentang dua hal : Pertama, jika kamu kembali ke penjara, kamu akan bisa mendatangi kami dan naik ke surga kami dengan mudah kapan saja kamu kehendaki; Kedua : pada akhirnya kamu akan dibawa ke hakadapan kami dengan meninggalkan negeri-negeri barat untuk selama-lamanya”.
            Aku senang sekali mendengar perkataannya. Lalu dia berrkata padaku, “Ketahuilah, bahwa ini adalah Gunung Sinai. Di atas ini adalah Gunung Sinin, di mana ayahku, kakekmu (Yaitu akal universal dan asal usul (emanation). Dia tidak menikah sebagaimana yang dikatakan orang bodoh, sebab mereka tidak memiliki hasrat badaniah dan tidak rentan terhadap analisis sintesis), tinggal. Aku berlaku sebagai penghubungnya, sebagaimana kamu berlaku sebagai penghubung ku (QS.28:88). Kita memiliki nenek moyang lain, sampai garisnya sampai apda raja yang menjadi leluhur agung yang tidak mempunyai ayah atau kakek. Kita semua adalah hamba-hambanya. Kita mengambil cahaya darinya, dan merupakan tiruannya. Dia adalah kemuliaan yang terbesar, milik-Nya lah kemuliaan yang tertinggi dan cahaya yang terkuat. Dia berada di atas terejawantahkan dalam segala sesuatu, dan “segala seuatu musnah kecuali wajah-Nya” ((QS.28:88).
            Aku tengah asyik mendengarkan kisah ini ketika keadaanku berubah, lalu aku jatuh dari udara ke sebuah tempat yang rendah di antara orang-orang yang tidak percaya. Aku menjadi narapidana di wilayah barat. Tetapi di dalam diriku tersimpan kesenangan yang tidak dapat aku jelaskan. Aku mengerang dan merapat penuh penyesalan karena terpisahkan, dan kenyamanan itu hanyalah impian yang cepat berlalu.
            Semoga Tuhan menyelamatkan kami dari cengkeraman alam (nature) dan ikatan-ikatan materi. Katakanlah, “Puji syukur hanya kepada Tuhan! Dia akan menunjukan padamu tanda-tanda-Nya, dan kamu akan mengenali tanda-tanda itu; dan Tuhanmu tidak lalai akan apa yang kamu lakukan (QS.27:93). Dan katakan “Terpujilah Tuhan! Tetapi sebagian besar dari mereka tidak mengerti” (QS.31:25). Shalawat dan salam tertuju kepada Nabi-Nya dan seluruh keluarganya.

Dikutip dari buku karya Ahmadie Thaha "Ibn Thufayl, Hayy Ibn Yaqzan (anak alam mencari Tuhan)" Pustaka Firdaus.

SEJARAH MASUKNYA ISLAM KE FILIPHINA



A.     PENDAHULUAN

            Filipina adalah negara kepulauan dengan 7.107 buah pulau. Penduduknya yang berjumlah 47 jiwa menggunakan 87 dialek bahasa yang berbeda-beda yang mencerminkan banyaknya suku dan komunitas etnis. Mayoritas penduduknya menganut agama katolik. Penduduk yang menganut agama Islam menurut data resmi pemerintah sekitar 5% atau 2,8 juta jiwa. Dari data non pemerintah menyebutkan bahwa umat Islam di Filipina sekitar 7 juta jiwa atau sekitar 10% dari penduduk Filipina.
            Filipina terletak di samudara pasifik barat sejauh (800 km) di Tenggara Cina, Filipina berada di timur laut Kalimantan dan persis di selatan Taiwan. Negara ini memiliki daerah lahan yang hampir seluas Italia. Dua pulau terbesarnya, yang mencakup setengah luas seluruhnya, adalah luzon diutara dan Mindanau diselatan. Bagian terbesar Filiphina bergunung, yaitu bagian dari sabuk gunung berapi yang mengelilingi pasifik. Dengan luas wilayah 300.000 km2. Hutan menutupi lebih dari separuh permukan lahan kepulauan itu, sedangkan yang dapat di tanami hanya kurang sepertiganya.
B.     MASUKNYA ISLAM KE FILIPINA
            Umat Islam di Filipina disebut dengan bangsa Moro, agama Islam masuk ke Filipina bersamaan dengan masuknya Islam ke kawasan Asia Tenggara lainnya atau paling tidak setelah Sumatera, Malaka dan Brunei. Seperti ditemukan dalam Tarsilah, bahwa para pendakwah yang datang ke kawasan Filipina adalah dari Sumatera dan Brunei, bahkan cikal bakal penguasa di Filipina berasal dari Sumatera, kecuali kesultanan Islam di Manila yang berasal dari Brunei.  Masuknya Islam ke Filipina seperti kawasan Asia Tenggara lainnya tidak diketahui dengan pasti. Tidak ada catatan atau prasasti yang dapat dijadikan patokan masuknya Islam ke sana. Yang ada hanyalah perkiraan di kawasan Nusantara atau tanah melayu. Islam diperkenalkan di Selatan Filipina (Kepulauan Sulu) pada awal abad ke-10 M. Para pedagang Arab telah sampai ke kawasan ini yang sebelumnya mereka berdagang dengan Brunei (Broneo). Pada tahun 977 M, Brunei telah mengirimkan seorang duta yang beragama Islam ke Cina. Duta tersebut oleh orang Cina disebut Pu Ali (Abu Ali). Setelah mengenal Brunei mereka pun sampai ke Filipina Selatan. Pada tahun 982 M telah ada kapal-kapal dagang Arab yang datang dari Ma-i yang sekarang disebut Mindoro. Bukti-bukti ini menjelaskan bahwa Islam telah masuk ke negara ini pada abad ke 10-M.
Masuk dan berkembangnya Islam di negara Filipina sesuai dengan daerah-daerah penyebaran agama Islam :
1.      Sulu
Masuknya Islam ke Filipina melalui Sulu. Dikatakan dalam Salasilah Sulu, orang yang pertama kali memperkenalkan Islam disana adalah Tuan Masya’ika, berasal dari Arab Selatan Tuan Masya’ika menikah dengan putri Raja Sipad, penguasa Sulu pada waktu itu. Meskipun sudah dapat dipastikan bahwa keluarga itu telah masuk Islam, tetapi tidak ada yang menunjukkan apakah masyarakatnya sudah memeluk Islam. Islam muncul pada abad ke-14, karena terdapat kuburan tua seorang muslim yang disebut Paduka Maqbalu di Bud Dato, Jolo.
Menurut Salasilah Sulu terdapat nama seorang ahli sufi yang datang ke Buansa untuk mengajarkan agama Islam. Ahli sufi itu dikenal sebagai Syarif Aulia Karim al-Makhdum, mendarat di pulau Jolo pada tahun 1380 M. kemudian, Makhdum Aminullah, yang dikenal dengan Sayyid an-Niqab dan Makhdum Abdurrahman. Selain para makhdum terdapat pula seorang raja yang berasal dari Minagkabau, Sumatera Barat, yang disebut dengan Raja Baginda. Menurut Tarsila Sulu Raja Baginda sampai di Sulu 10 tahun setelah datangnya Karim al-Makhdum.
Menurut Salasilah Sulu, orang-orang yang memperkenalkan Islam ke Sulu adalah Sayyid dari Palembang yang dikenal dengan Sayyid Abu Bakar yang mendarat di Sulu sekitar tahun 1450 M. Sayyid Abu Bakar menikah dengan putri Raja Baginda yang bernama Paramisuli. Kemudian dia beri gelar Sultan Syarif al-Hasyim. Para Sultan yang memerintah Sulu sejak Sayyid Abu Bakar hingga tahun 1808 M adalah sebagai berikut :
a) Sultan Syarif al-Hasyim (Sayyid Abu Bakar)
b) Sultan Kamal al-Din
c) Sultan Ala al-Din
d) Sultan Amir al-Umara
e) Sultan Mu’iz al-Mutawaddi’in
f) Sultan Nasir al-Din I
g) Sultan Muhammad al-Halim
h) Sultan Batara Syah
i) Sultan Muwalli al-Wasit
j) Sultan Nasi al-Din II
k) Sultan Salah al-Din Bakhtiar
l) Sultan Ali Syah
m) Sultan Nur al-‘Azam
n) Sultan al-Haqunu bin Waliy al-Ahad
o) Sultan Sahab al-Din
p) Sultan Mustafa Syafi al-Din
q) Sultan Sultan Badar al-Din
2.      Mindanao
            Islam telah disebarkan disini secara meluas pada awal abad ke-16 oleh seorang keturunan arab melayu, Muhammad Kabungsuan bin Syarif Ali Zain al-Abidin. Dia sampai di Mindanao sekitar tahun 1515 M, dengan mendirikan sebuah pemerintahan di sebuah tempat yang bernama Malabang. Agama Islam pun terus berkembang di Mindanao. Para pendakwah dari Ternate dan Brunei datang ke Mindanao bukan saja untuk mengislamkan penduduk yang belum Islam tetapi juga mengajar dan memperdalam pengetahuan Islam penduduk sana.
Kampung Iranun di sekitar teluk Illana merupakan masyarakat Mindanao yang pertama kali masuk Islam. Dan telah mendapatkan bimbingan dari para muballig Syarif Kabungsuan. Di samping Syarif Kabungsuan adapula ulama lain yaitu Syarif Alawi yang berdakwah di Mindanao.
3.      Luzon
Sebelum Spanyol datang, Islam telah sampai ke pulau Luzon. Namun dakwah disini belum berhasil. Hanya di kawasan Manila saja yang terdapat pemukiman dan pemerintahan Islam. Ibukota Filipina, Amanilah adalah sebuah kota yang diberi nama dari bahasa Arab yaitu Fi Amannillah ( dibawah perlindungan Allah Swt ), setelah dikuasai Spanyol Amanilah diganti nama menjadi Manila. Islam disebarkan di sekitar Manila itu berasal dari Brunei. Salasilah Brunei mengatakan bahwa Sultan Bulkiah dari Brunei telah merebut Selurong yaitu kawasan  Manila sekarang. Salah seorang kerabat raja Brunei dipilih untuk memerintah kawasan itu. Akan tetapi, terhambat akibat direbutnya Manila oleh Spanyol pada tahun 1570.
Raja Sulaiman dibunuh oleh tentara Spanyol yang dipimpin oleh Legazpi di teluk Manila. Keberhasilan Legazpi ini menjadi awal kolonialisme di Filipina. Walaupun Manila merupakan kawasan Islam sebelum direbut oleh Spanyol, namun diperkirakan belum banyak orang penduduknya yang memeluk agama Islam. Mereka masih menganut kepercayaan lama animisme. Pada keseluruhan perkembangan Islam di Filipina terutama di Luzon bersaing dengan usaha kristenisasi pihak Spanyol. Walaupun Spanyol telah berhasil menghambat perkembangan Islam di negeri itu, namun Islam tetap bertahan dengan kuat di kalangan orang-orang Moro di Selatan (Mindanao dan Sulu).



C.     ISLAMISASI DI FILIPINA
1.      Islam pada masa penjajahan Barat
            Dahulu Islam tersebar di Filipina, hampir mencapai seluruh kepulauannya. Disana juga telah berdiri pemerintahan Islam, seperti halnya yang terjadi di Indonesia. Akan tetapi, secara tiba-tiba muncullah arus pemikiran keagamaan yang dibawa oleh penjajah Spanyol.
Pada tahun 928 H/1521 M, secara mendadak Spanyol menyerbu kepulauan-kepulauan Filipina. Selama masa yang hampir 4 abad ini, telah terjadi upaya penjauhan ajaran Islam dari generasi kaum muslimin secara berturut-turut lewat jalan peperangan yang menghancurkan kaum muslimin dan memaksa mereka untuk memeluk agama Nasrani dengan ancaman kekerasan. Sekalipun demikian, mereka tidak juga mampu mengalahkan pemerintahan-pemerintahan Muslim, sehingga disana masih tersisa beberapa pemerintahan. Spanyol belum berhasil sepenuhnya menguasai Filipina ini, khususnya kepulauan Mindanao dan Sulu.
Perkembangan Islam di Filipina terhambat oleh kolonialisme Spanyol.
            Kolonialisme Spanyol yang membawa semangat glory, gospel and gold berusaha kuat untuk mengubah agama masyarakat Filipina menjadi pengikut katolik. Serta menerapkan sistem politik divide and rule (pecah belah dan kuasai), dan mission sacre (misi suci untuk kristenisasi) terhadap orang Islam. Pada 1578, terjadi perang antara kaum muslim dengan Spanyol yang juga melibatkan orang Filipina Utara yang telah menjadi Kristen.
            Wilayah Manguindanao dan Sulu di Filipina selatan tidak pernah ditundukkan oleh Spanyol, namun dianggap sebagai bagian dari koloninya. Terbukti dalam Traktat Paris pada tahun 1898 yang mengalihkan kekuasaan Filipina kepada Amerika Serikat dan selanjutnya Amerika menguasai Filipina.  Amerika Serikat kemudian menguasai kepulauan Filipina pada tahun 1317 H/1899 M. maka timbullah perlawanan menentangnya dan berlangsung hingga tahun 1339 H/1920 M. Amerika Serikat mewarisi kawasan terutama di wilayah utara Filipina yang berpusat di Manila, Luzon. Sementara wilayah selatan Filipina yang membentang di Kepulauan Mindanao dan seluruh pulau Sulu yang tidak pernah terjamah oleh usaha kristenisasi Spanyol, berada dibawah kekuasaan militer Spanyol dengan cara membangun benteng pertahanan yang kuat di seluruh penjuru hunian penduduk. Namun, control atas masyarakat sedemikian lemah sehingga mudah diruntuhkan seiring dengan jatuhnya Teluk Manila oleh Amerika Serikat. Sungguhpun demikian, Amerika Serikat tidak mengelola daerah Selatan ini hingga 1902.
            Pada masa pemerintahan kolonialisme Amerika Serikat, masyarakat Islam yang masih tradisional tidak mau bekerja sama dengan Amerika maupun masyarakat Filipina lainnya yang katolik. Usaha pembaratan atau pemodernan administrasi juga gagal pada masyarakat Islam di Selatan. Amerika lebih mudah bekerja sama dengan mayarakat katolik.
Konsentrasi kebijakan Amerika Serikat memang tidak tertuju pada konversi agama penduduk, tetapi pada usaha mem-Barat-kan umat Islam sehingga mampu memerintah dirinya sendiri, setara dengan orang Kristen Filipina. Amerika Serikat mengirimkan para pejabat sipil Kristen ke kawasan Islam yang dikuasai oleh penguasa muslim untuk memperkenalkan cara baru pengelolaan pemerintahan dan merangsang komunitas muslim untuk dapat bekerja sama dengan proyek negara. Program ini tidak hanya ditujukan untuk kolonialisme Amerika Serikat untuk melakukan transformasi dalam kehidupan kaum muslim di kawasan selatan, namun yang lebih penting meredakan permusuhan Islam-Kristen yang telah berjalan lama. Sebagai bagian dari proyek ini, colonial Amerika Serikat juga menganjurkan dan mengirim ribuan orang Kristen dari utara untuk menetap di Mindanao.
2.      Islam di Filipina setelah Kemerdekaan
            Ketika Amerika Serikat memberikan kemerdekaan kepada rakyat Filipina pada tahun 1947, Islam manguindanao dan Sulu itu juga termasuk didalamnya. Dengan kata lain, kedua wilayah ini menjadi bagian dari negara Filipina, meskipun diprotes keras oleh pemimpin dan rakyat muslim di kawasan itu. Sebelum penyerahan kemerdekaan itu, Sultan Sulu mengirimkan surat kepada Kongres dan Presiden Amerika Serikat bahwa kepulauan Mindanao khususnya Kesultanan Sulu menolak untuk menjadi bagian dari negara Filipina yang merdeka. Mereka ingin tetap menjadi bagian dari negara Amerika Serikat dan tidak ikut bergabung dengan negara Filipina. Namun protes itu tidak digubris oleh Amerika Serikat dank arena itu muslim Moro di kepulauan Mindanao tetap menjadi bagian dari negara Filipina. Penyerahan kedaulatan kesultanan Sulu oleh Spanyol ke penjajah Amerika Serikat yang dianggap illegal dan surat permintaan Sultan Sulu kepada Presiden dan Kongres Amerika Serikat untuk tidak bergabung dengan negara Filipina merdeka, itu menjadi tonggak sejarah bagi gerakan separatism di kepulauan Mindanao: bahwa bangsa moro sejak awal tidak bersedia menjadi bagian dari negara Filipina.
            Akibat berbagai kekecewaan dan sakit hati masyarakat Islam terhadap perlakuan yang tidak adil sejak masa kolonialisme Spanyol, Amerika, dan berlanjut pada masa pemerintahan Filipina mendorong munculnya organisasi-organisasi yang menuntut kemerdekaan bagi wilayah Selatan Filipina. Lahirnya MIM (Mindanao Independence Movement) dan MNLF (Moro National Liberation Front) adalah upaya untuk meraih kemerdekaan bagi wilayah masyarakat Muslim. Di pihak lain, upaya dari penguasa Filipina masa kini juga tidak terlalu serius untuk memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat Islam dalam memperoleh kesempatan baik dalam pemerintahan, kemiliteran, dan pendidikan. Akhirnya tidak tahu sampai kapan persoalan masyarakat muslim bisa terselesaikan baik oleh pemerintah Filipina maupun para tokoh muslim di Filipina Selatan.

Makalah ini di tulis oleh Devi Dewangsa Mahasiswa AF FUSI UIN-SU 2014

Kamis, 02 Maret 2017

Biografi Ibnu Thufail



A.                BIOGRAFI IBN THUFAIL
Nama lengkap Ibnu Thufail ialah Abu Bakar ibnu Abd Al-Malik ibn Muhammad ibnu Thufai.  Ia dilahirkan di Guadix (Arab : Wadi Asy), provinsi Granada, Spanyol pada tahun 506 H/1110 M. dalam bahasa latin Ibnu Thufail populer dengan sebutan Abubacer.[1]
Pada masa khalifah Abu Yaquf Yusuf, Ibnu Thufail mempunyai pengaruh yang besar dalam pemerintahan. Pada pihak lain, khalifah sendiri mencintai ilmu pengetahuan dan secara khusus adalah peminat filsafat serta memberi kebebasan berfilsafat. Sikapnya itu menjadikan pemerintahannya sebagai pemuka pemikiran filosofis dan membuat Spanyol, seperti dikatakan R. Briffault sebagai “tempat kelahiran kembali negeri Eropa”.[2]
Pada mulanya Ibnu Thufail aktif bekerja sebagai dokter dan pengajar, lalu ia beralih profesi sebagai sekretaris pribadi penguasa Granada. Pada tahun 549 H/1154 M, ia dipercaya sebagai sekretaris gubernur wilayah Ceuta dan Tengier (Maroko), sedang gubernur itu merupakan putra  Abd al- Mukmin, seorang pendiri Daulah Muwahhidun yang berpusat di Marakesy, Maroko. Pada tahun 558 H/1163 M, ia di tarik ke Marakesy dan diangkat sebagai hakim sekaligus dokter untuk keluarga istana Abu Yakub Yusuf yang memerintah pada tahun 1163-1184 M. Ibnu Thufail sempat memperkenalkan Ibnu Rusyd kepada Abu Ya’kub Yusuf pada tahun 1169 M. Bermula dari perkenalan itu, Abu Ya’kub Yusuf menyarankan Ibnu Rusyd lewat Ibnu Thufail agar mengulas karya-karya Aristoteles.
Kemudian ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai dokter pemerintah pada tahun 578 H / 1182 M, dikarenakan usianya yang sudah uzur. Kedudukannya itu digantikan oleh Ibnu Rusd atas permintaan dari Ibnu Thufail. Tapi dia tetap mendapatkan penghargaan dari Abu Yaqub dan setelah dia meninggal pada tahun 581 H / 1185 M) di Marakesh  (Maroko) dan dimakamkan disana, Al-Mansur sendiri hadir dalam upacara pemakamannya.[3]
Namun bukan semua itu yang menjadikan nama Ibnu Tufail dikenang dalam sejarah Islam bahkan sejarah dunia. Kesibukannya di pemerintahan yang sedemikian padatnya membuat Ibnu Thufail kurang produktif dalam dunia tulis-menulis. Namun, beberapa tema sempat ditulisnya, misalnya kedokteran, astronomi,dan filsafat. Dari sekian buah karyanya, Risalah Hayy Ibnu Yaqzan fi Asrar al- Hikmah al- Masyriqiyah adalah yang termahsyur. Kitab ini mempersentasekan pemikiran inti Ibnu Thufail dalam ranah filsafat.
Hal itu di pertegas pula oleh Miguel Casiri yang menyebutkan dua karyanya yang masih ada  yaitu Risalah Hayy Ibnu Yaqzan dan Asrar Al- Hikmah Al- Masyriqiyah, yang disebut terakhir ini berbentuk naskah. Kata pengantar dari Asrar menyebutkan bahwa risalah itu hanya merupakan satu bagian dari Risalah Hayy Ibnu Yaqzan.
Rislah “Hayy ibnu Yaqzan (“kehidupan anak kesadaran”), di Barat dikenal sebagai: Philosophus Autodidactus) telah menorehkan tinta emas di atas lembaran sejarah sebagai salah satu karya paling berharga yang pernah ada di bidang filsafat.
Dalam mengarang buku ini Ibnu Tufail banyak terpengaruh filsafat Plato. Pemikiran-pemikiran filosofis Ibn Thufail ketika menulis buku ini telah mencapai taraf yang paling matang. Ditulisnya pemikiran-pemikirannya dalam bentuk novel alegori sembari menawarkan sebuah korelasi filsafat antara akal dan agama dalam pencarian kebenaran hakiki.

B.                 KARYA IBNU THUFAIL
            Sebagaiman dijelaskan di awal bahwa tidak banyak karya Ibnu Thufail, bahakan hanya satu yang tersisa sampai hari ini, yaitu Rislah Hayy Ibnu Yaqzan.
            Terdapat dua tulisan dengan judul Hayy Ibnu Yaqzan, yakni versi Ibnu Thufail dan Ibnu Sina. Namun, Ibnu Sina yang lebih dulu memakai judul tersebut, kendati versinya berbeda.[4]
            Dalam  rislah yang ditulis oleh Ibnu Sina, Hay ibn Yaqzan diukiskan sebagai seorang syekh tua yang ditangannya tergenggam kunci-kunci pengetahuan, yang ia terima dari bapaknya. Syekh tua adalah seorang pengembara yang dapat menjelajahi semua penjuru bumi, dan disebutkan bahwa Ibnu Sina bersama kawan-kawannya, dalam suatu perjalanan, berjumpa dengan syekh tua tersebut, dan terjadilah dialog. Syekh tua dengan nama Hay ibn Yaqzan dalam karya tulis Ibnu Sina itu merupakan tokoh simbolis bagi akal aktif, yang sselain berkomunikasi dengan para nabi, juga berkomunikasi dengan para filosof.[5]
   Seorang anak, yang ditinggalkan sendirian di suatu pulau, akhirnya ditemukan oleh seekor rusa yang kehilangan anaknya. Ketika umurnya semakin matang, timbul keinginannya yang luar biasa untuk mengetahui dan menyelidiki suatu yang tidak dimengertinya. Dia melihat bahwa binatang memiliki penutup tubuh alami dan alat pertahanan diri sehingga mampu menghadapi lingkungannya sedangkan dia sendiri tidak punya pakaian sebagai penutup tubuh dan juga tidak ada senjata untuk mempertahankan diri. Karena itu dia pertama-tama menutup tubuhnya dengan daun-daunan, kemudian dengan kulit binatang yang sudah mati serta menggunakan tongkat untuk pertahanan diri.
Secara berangsur-angsur dia juga mengenal akan kebutuhan-kebutuhan hidup lainnya. Dia menemukan api yang dianggapnya sebagai gejala kehidupan. Kemudian dia tahu akan manfaat bulu binatang, tahu cara bertenun, dan mampu membangun sebuah gubuk untuk tempat tinggalnya. Rusa yang mengasuhnya, pengaruhnya semakin lemah, tua, dan akhirnya mati. Terhadap kejadian ini timbul keinginannya untuk mengetahui rahasia kematian. Maka tubuh binatang itu pun dibelahnya untuk mengetahui apa yang terdapat di dalamnya. Dari penyelidikiannya secara cermat diketahui bahwa penyebab kematian karena tidak berfungsinya jantung sehingga roh keluar dari tubuh. Karena itu kematian pada dasarnya karena tidak ada persatuan jiwa dengan tubuh, walaupun yang mati itu tubuhnya nampak masih utuh. Dia meneruskan studinya dengan mempelajari tentang logam, tumbuh-tumbuhan, dan bebagai ragam jenis binatang. Dia juga dapat menirukan bunyi binatang yang ada disekitarnya.
Setelah itu dia mengarahkan perhatiannya pada fenomena angkasa dan keanekaragaman bentuk. Dalam keanekaragaman tersebut ternyata terdapat keseragaman yang pada hakekatnya adalah satu. Akhirnya dia berpendapat bahwa di belakang yang banyak itu terdapat asal yang satu, punya kekuatan tersembunyi, unik, suci, dan tak dapat dilihat. Inilah yang disebutnya penyebab pertama atau pencipta dunia ini.
Kemudian dia merenungkan tentang keadaan dirinya, caranya memperoleh pengetahuan sehingga akhirnya dia mendapat pengertian tentang makna substansi, komposisi, materi, bentuk, jiwa dan keabadian jiwa. Dia juga memperhatikan sungai yang mengalir dan menelusuri asal usul air tersebut. Dari situ diketahuinya bahwa pada dasarnya air tersebut berasal dari suatu sumber yang sama. Dia mengambil kesimpulan bahwa manusia pun asal usulnya adalah satu. Perhatian selanjutnya ditujukan kepada langit, gerakan bintang, peredaran bulan, serta pengaruhnya pada dunia. Dari situ nampak adanya keindahan, ketertiban, dan tanda-tanda penciptaan. Dalam hal tingkah lakunya terhadap lingkungannya, Hayy berusaha menghindari untuk membunuh binatang, memakan hanya buah yang masak dan menanam bijinya agar dapat tumbuh dengan baik. Dia juga memakan sayur-sayuran namun tidak makan daging binatang kecuali keadaan memaksa.
Dari pengamatan yang bersifat phisik yang mengunakan argumen logis dan eksperimen objektif dia beralih sebagai pencari Tuhan melalui perenungan rohani. Karena menurut dia alam semesta ini merupakan pencerminan Tuhan.
Dalam pencariannya tentang wujud Tuhan itu akhirnya dia berhasil yang dianggapnya itulah objek pengetahuan tertinggi. Tujuan akhir mencari kebenaran adalah dengan jalan pemusnahan diri atau penyerapan dalam Tuhan (fana) yang berujung pada kehidupan mistik. Namun dia tidak menyebut dirinya Tuhan karena Tuhan selalu membimbingnya ke jalan yang benar.
Di sebuah pulau yang lain, dekat dengan pulau dimana hayy bin yaqzan tinggal, terdapat penduduk yang memeluk agama dari nabi terdahulu. Namun pengetahuan mereka terhadap agama sangat dangkal dan tidak bersifat rohani. Namun terdapat dua orang, Asal dan Salaman, yang menonjol karena pemahamannya tentang agama. Salaman cenderung untuk memahami agama secara lahir sedangkan Asal lebih menyukai penghayatan secara ruhani. Karena itu Asal lebih suka menyepi untuk bermeditasi dan sembahyang dan bermaksud pindah ke pulau yang dikiranya tidak berpenghuni, dimana Hayy menetap.
Walaupun pada awalnya mereka tidak saling mengenal tapi akhirnya terjadi suatu persahabatan yang akrab. Asal berhasil mengajar Hayy agar dapat berbicara sehingga terjadi tukar menukar pengetahuan diantra keduanya. Dari pertukaran pikiran itu diambil kesimpulan bahwa penyelidikan dan pengalaman mistik yang telah didapatkan dan dialami oleh hayy bin Yaqzan tidaklah terlalu berbeda dengan agama yang didapatkan Asal melalui kitab Suci yang disampaikan Nabi. Kemudian Hayy beriman kepada agama yang dipeluk Asal.
Asal juga menceritakan kepada Hayy bin Yaqzan tentang keadaan penduduk dan pelaksanaan mereka terhadap pelajaran agama dimana sebelumnya Asal tinggal. Hayy menunjukkan perhatiannya dan ingin mengajak penduduk itu menuju jalan yang benar seperti telah didapatkannya. Namun ada sedikit ganjalan dihati Hayy tentang agama yaitu mengapa Tuhan memberikan gambaran-gambaran antropomorfis tentang agama sehingga menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda dan apa perlunya ada ritual serta diberikannya kesempatan pada manusia untuk mencari kekayaan dan pemuasan kesengangan sehingga menimbulkan kesombongan.
Akhirnya Hayy dan Asal pergi ke pulau tersebut dan bertemu dengan Salaman. Dikemukakanlah maksud mereka berdua untuk memberikan pengajaran kepada penduduk berdasarkan apa yang telah mereka capai. Tapi ternyata baik Salaman maupun penduduknya kurang berminat terhadap penjelasan mereka yang cenderung bersifat ruhani dan mistik itu. Dari sini Hayy pun menjadi tambah yakin akan kebenaran Kitab Suci yang memberikan tamsil-tamsil dan gambaran yang masuk akal. Bagi yang berpikiran dangkal memang cocok dengan gambaran-gambaran Kitab Suci tersebut.
Kemampuan mereka hanya dapat memahami hal-hal yang bersifat lahir saja. Karena itu Asal dan Hayy pun mohon pamit untuk kembali dengan pesan perpisahan agar penduduk di situ berpegang teguh kepada Syara’ dan menjalankan agamanya dengan baik.


                [1] Sirajuddin. Zar, Filsafat Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2007), h. 205
[2] Ibid., ,h. 206
[3] Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997) ,h. 272
                [4] Amroeni Drajat, Filsafat Islam Buat Yang Pengen Tahu (Jakarta : Erlangga, 2006) ,h. 68.
                [5] Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam Konsep, Filsuf, dan Ajarannya (Bandung : Pustaka Setia, 2009) ,h. 213-214.

Argumen Filosofis Tentang Keterbatasan Alam Semesta

Kita sering memikirkan tentang alam semesta yang begitu besar dan luas ini. Begitu luasnya, tidak ada manusia yang bisa mengukurnya, meskipun itu dengan alat yang paling canggih sekalipun tidak akan bisa di ukur.
sehingga muncullah berbagai macam paham yang menyangkut tentang alam semesta. Ada yang beranggapan bahwa alam semesta ini terbatas, dan ada juga yang beranggapan bahwa alam semesta ini tidak terbatas sama sekali. Masing-masing paham menggunakan berbagai alasan dan argumen.
kali ini kita akan membahas argumen keterbatasan alam semesta menurut filosof yakni Al-Kindi.
Al-Kindi mengatakan bahwa alam semesta ini adalah terbatas, alasannya adalah sebagai berikut.
Pertama, kita sebutlah alam ini tidak terbatas baik dari segi ukuran maupun waktu. Kemudian alam tersebut kita bagi menjadi dua bagian, masing-masing sama ukuran besar dan waktunya. Nah, timbul pertanyaan, berapa besar bagian masing-masing? Yang namanya bagian haruslah lebih kecil dari keseluruhan, sehingga bagian pertama terbatas dan kedua terbatas pula. Bila bagian-bagian ini dipadukan kembali, maka bagian yang terbatas ditambah dengan bagian lain yang terbatas akan membuahkan hasil yang terbatas pula. Padahal sejak awal di andaikan bahwa alam ini tidak terbatas. Maka, hukum yang berlaku haruslah alam ini terbatas.

Demikianlah argumen yang diajukan oleh Al-Kindi tentang bukti terbatasnya alam semesta ini.

Rabu, 01 Maret 2017

Argumen Moral Tentang Adanya Tuhan

Jauh di dlam hati sanubari manusia terdpt suatu prasaan yg mnuntut kita untk brbuat baik,dn mnghndari prbuatn buruk.sring trjadi prtntangn sngit d stu.
Kita ambil contoh,kita hndak mncuri,namun jauh di dlm hati ada sbuah printah yg mlarang kita untk brbuat hal trsbut.
Kita sering mlihat suatu kontradiksi.misalkan,kita mlihat suatu prbuatan buruk,tpi tdak mndaptkan balasan yg stimpal dngn kjahatan yg di prbuat.Juga sbaliknya,trkadang ada prbuatan baik yg tdak mndapatkn pnghargaan yg sesuai dngn kbaikan yg d prbuat.
Dari kontradiksi trsebut hati kita mnuntut akan adanya suatu masa,atau keadaan dmana sgala prbuatan mndaptkn ganjaran yg stimpal dan sesuai atau dngn kata lain smua mndaptkan keadilan yang merata tanpa ada pengecualian.Masa atau keadaan sprti itu klihatannya tdak akan trjadi di dunia ini atau di bumi ini.Keadaan sprti itu hanya akan trjadi di dunia slain dunia ini atau d k hidupan yg penuh dngn keadilan yang merata.itulah ke hidupan kedua.
Di kehidupan kedua itu harus adil dan smua manusia di dalam satu pimpinan yang berkuasa penuh atas smuanya.Dan pemimpin tersebut harus tunggal dan tidak pemimpin tandingan.Pemimpin itu juga harus adil seadil adilnya. pemimpin tersebut haruslah yang berbeda dari mahluk agar tidak ada nepotisme,suap dan sogok.pemimpin tersebut harus berbeda 100% dari mahluk atau benda yang ada.
Nah. . pemimpin itulah yang di sebut TUHAN. . .
sdangkan alam atau masa atau keadaan yg penuh dengan keadilan itulah yang d sbut alam akhirat. . .
demikian urain dari saya.kritik dan saran d tunggu. sebab saya bukan mahluk sempurna. . .

Kamis, 05 Januari 2017

IKHLAS DAN SABAR

kita sering tumpang tindih menempatkan antara ihlas dan sabar.
padahal antara ihlas dan sabar jelas berbeda.secara pengertian, ihlas berarti rela, maksudnya adalah tidak menyesali, tidak merasa terganggu, akan sesuatu hal. Misalkan, ketika seseorang pergi meninggalkan kita, kita tidak merasa menyesal dia pergi. Kita merasa sedih dia pergi. Pokoknya ihlas itu berarti rela dengan sepenuh hati atas sesuatu hal.
Sedangkan sabar itu memiliki arti menahan keinginan untk berbuat sesuatu. Misalka, ketika kita berjanji dengan seseorang bertemu di rumah, setelah sekian lama menunggu, orang yg kita tunggu belum datang juga.kemudian kita menahan diri untuk tidak pergi meninggalkan rumah tersebut.Nah, kebisaan kita untuk tidak meninggalkan rumah dan tetap menunggu, itulah yg di sebut sabar.
dari pengertian di atas, kita tarik ke contoh kasus kematian.Ketika orang yg kita sayangi meninggal dunia, biasanya orang lain akan mengatakan, "bersabarlah menghadapi semua ini". Anehnya, knapa kita di suruh bersabar? Toh yang mninggal akan tetap meninggal. Kita bersabar dalam rangka apa? Bersabar menunggu yang meninggal hidup lagi? kan tidak mungkin..
Perhatikan lah firman Tuhan yang mengatakan,"jika kamu di timpa musibah, maka ucapkanlah sesungguhnya kita dari Tuhan dan akan kembali ke Tuhan.
dari ayat itu, adakah menyinggung makna sabar? saya tidak menemukan adanya makna sabar..tapi yang saya tangkap dari ayat itu adalah anjuran untuk bersikap ihlas dan rela atas kejadian tersebut.....
mungkin ada yang bisa membantu saya memberi pemahaman yang baru tentang ikhlas dan sabar....saya terima....

AKHIR SEBUAH CERITA

  "Sudah di pukul oleh kenyataan tapi tetap erat memeluk harapan."    Begitulah tulisan ini kumulai. Aku yang telah menumpahkan se...