Senin, 16 November 2020

PESAN DARI JAUH (part II)


Ini adalah lanjutan dari cerita "Pesan dari Jauh".


Ehh... Ngapain mbak? Tanya Maman setelah tau wanita itu mengikutinya. Gak mas, anu ... Ee.. Mau nyari buku pak sapardi yang judulnya "Sepasang sepatu Tua", kilah wanita itu. Buku buku pak sapardi kan di rak yang sana mbak, lanjut Maman. Eehh... Iya.. Sebenarnya gini mas, aku masih belum selesai baca buku yang Mas pegang itu, jadi saya ngikuitin mas nya, kali aja udah kelar bacanya, jawab wanita tadi. Ohhhh... Bilang donk mbak.... Nih selesaiin aja dulu bacanya, nanti baru giliran saya, jawab Maman. 

Oia kenalin mbak, saya Maman, sambil menyodorkan tangan Maman memperkenalkan diri. 

Saya Putri Mas, jawab wanita itu yang ternyata bernama lengkap Putri Anjani Dewi.

Pada saat itu, pertemuan singkat itu sama sekali tak memberi kesan apa apa pada keduanya. Namun, ternyata pertemuan singkat itu yang memulai cerita diantara keduanya. 

Entah sudah menjadi takdir atau hanya kebetulan semata, esok harinya mereka bertemu kembali di toko buku tersebut, dan sama sama sedang memburu buku karya sapardi djoko damono. Hingga suatu hari mereka memutuskan untuk berkomunikasi lebih dekat lagi, sekedar membahas dunia sastra terutama karya sapardi. 

Seperti kata pepatah, dari mata turun kehati, ahirnya Maman pun menaruh hati pada Putri yang segera juga di sambut putri. Karena putri sendiri pun sudah menaruh hati pada Maman. Alasannya sederhana sekali, seperti kata sapardi dalam satu puisinya , "aku ingin mencintaimu dengan sederhana". Sama sama menyukai sastra terutama karya sapardi, itulah alasannya. 

Mau turun dimana kang ? Tiba tiba supir angkutan membuyarkan ingatan indah maman. Ehh... Sudah nyampe kang ? Tanya maman balik. 

Udah dari tadi kang, jawab supir angkotnya sambil tertawa kecil. Maman pun membayar ongkosnya dan bergegas ke sebuah rumah yang tidak jauh dari pinggir jalan raya tersebut..

Assalamu alaikum... Maman mengetuk pinta rumah tua yang di sekililingnya di pagari dengan pagar bambu. 

Wa alaikum salam. Jawab orang yang di dalam sambil membukakan pintu.

Ehh Maman ? Ada perlu apa? Tumben nih datang kerumah , mau nemuin Ayu ya? Goda ibu itu yang belakangan di ketahui namanya bu Marwah. Ibunya Lastri teman Maman. 

Apaan sih ibu ini, teriak Ayu sambil malu malu. Lho kok judes  gitu sih yu?, pacarmu datang lho, goda ibu Marwah pada ayu anaknya. Gak level, cletuk ayu sambil berlalu pergi ke dapur. 

Hahaha ketawa bu Marwah dan Maman pecah seketika melihat tingkah ayu. Lastri ada bu?, tanya Maman pada Bu Marwah setelah ketawa mereka reda. Oh... Lastrinya lagi pergi ke warung, katanya sih mau beli cmilan. Sebentar ya Man, ibu ambilin minuman ke dapur, kata bu Marwah sambil berlalu pergi ke dapur. 

Maman duduk di kursi tua yang terbuat dari jalian rotan, sambil menikmati indahnya taman di pekarangan bu Marwah ini. 

Heii... Dah lama nyampenya ? Tiba tiba lastri datang sambil memukul punggung Maman. Udah 3 jam yang lalu tante, jawab maman. 

Tante tante.... Kapan gw kawin sama om lu, sanggah lastri yang di balas tertawaan dari Maman. Ada apa tri, nyuruh gw datang kemari? Tanya Maman. 

Ohh.. Ini lho, aku kemaren baca puisinya pak sapardi yang judulnya "Hujan Bulan Juni", gimana menurutmu? Tanya Lastri. Oh.. Puisi itu, menurutku sih itu puisi yang sangat luar biasa. Penuh makna, dan pastinya multi tafsir. Seperti kata pak sapardi sendiri kan, Puisi itu bisa hidup kalau mempunyai multi tafsir. Jadi, orang bebas menafsirkan maknanya sesuai dengan apa yang sedang di rasakan pembaca. Sedangkan penulis, sudah lepas tangan, papar Maman. 

Benar banget tuh man, sampe sekarang aku tidak tau apa sih makna hujan dalam puisi tersebut,kata Lastri menimpali. Coba kamu bacain tri puisinya, pinta Maman pada lastri. Jangan di ejek nanti ya, kata Lastri. 

Siappp,.. Jawab Maman. Lastri pun membaca puisi tersebut dengan sekhusuk mungkin.


"Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan juni"

"Dirahasiakannya, rintik rindunya kepada pohon berbunga itu"


"Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni"

"Dihapusnya jejak jejak kakinya yang ragu ragu di jalan itu"


"Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan juni"

"Dibiarkannya yang tak terucapkan di serap akar pohon bunga itu"


Bersambung...... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AKHIR SEBUAH CERITA

  "Sudah di pukul oleh kenyataan tapi tetap erat memeluk harapan."    Begitulah tulisan ini kumulai. Aku yang telah menumpahkan se...