Senin, 07 Maret 2016

Filsafat di tempat tidur


Sebagai mana yang telah berulang ulang kita dengar. Konon defenisi filsafat yang secara umum berasal dari Pythagoras yang berarti philosophien, philos yang berarti pecinta dan shopien berarti kebijaksanaan, maka secara sederhana filsafat adalah ilmu yang untuk mencintai kebijaksanaan. Tapi ada sebuah pertanyaan yang menggelitik namun serius mesti di jawab.  Sebagai mana Aristoteles mengharapkan Kebijaksaan itu bukan hanya harus berada di alam Idea. Tapi di praktiskan. Maka pertanyaan itu berbunyi.

“ Bagaimanakah Kebijaksanaan Filsafat di atas tempat tidur?”.

Rupanya, ruang jawab pertanyaan ini, adalah philosophy of man. Filsafat manusia, etika dan moralitas. tapi manusia yang di manakah yang tertuju. Meski kalimat filsafat manusia itu menuju kepada  “man”. Mengapa bukan “Woman”. Maka pertanyaan itu pun berakar dan kompleks. Menyentuh Tubuh perempuan. Karena di atas tempat tidur, lelaki bersama dengan tubuh perempuan. Barulah relasi itu penuh dengan libido kepuasan.

“Tapi siapakah yang memuaskan siapa?. Bagaimanakah Filosof berelasi di atas tempat Tidur?”. Dan “ adakah perempuan itu juga dapat bijak?”.

Jangan bilang ini tabu, karena sudah saatnya kita menelanjangi filosof, orang yang berfilsafat. Sudah saatnya kita nyaman berbicara tentang Eros, Seks dan Erotis. Namun Filsafat yang sudah Tua itu. Memiliki beribu jawab tentang bagaimana Filosof dapat bijak di atas tempat tidur, sedangkan dedengkot filsafat yakni Plato menganggap Tubuh Perempuan itu sebagai yang tertuduh negatif. Atau Filsafat yang tidak memberikan ruang bagi perempuan untuk menyebut dirinya sebagai seorang filosof. Seolah-olah Filsafat itu hanya berjenis kelamin Laki-laki.

Plato dan Aristoteles di atas tempat tidur.

Plato adalah filosof yang bijak secara idea, sebuah bakat yang turun dari seorang guru bijak bernama Socrates yang lebih setia kepada jiwa ketimbang tubuh. Jadilah Plato sebagai bujang lapuk yang tidak pernah menikah. Sehingga di atas tempat tidur, tiada lain selain dirinya sendiri yang menemani. Belakangan telah di ketahui, kesendirian itu adalah akibat prinsip memandangi Jiwa adalah sesuatu yang tidak mati  (athanatos). Dan tubuh (soma) sebagai semi (kuburan) yang jatuh kepada hal-hal indrawi saja. jiwa lebih tinggi dari pada tubuh. Begitu suara pekik plato yang terdengar ke telinga Aristoteles.

Dalam karyanya Politics, Aristoteles menggambarkan secara alamiah tentang konsep hirarki yang menurutnya secara wajar terdapat hirarki tuan atas budak, suami atas istri, pikiran atas tubuh, manusia atas alam. Dasara pemikiran hirarki inilah yang membawanya pada kesimpulan biologi reproduksi bahwa perempuan makhlukh pasif, bentuk material yang hanya bisa menerima Sperma. Atau dengan jelas Aristotles berkata jika tubuh perempuan adalah makhluk laki-laki yang tak sempurna. Jadilah perempuan itu terbentuk sebagai pemuas nafsu dari laki-laki. Dan itu memojokkan perempuan di atas tempat tidur. Masih kah filosof bijak di atas tempat tidur. Bagaimana posisi sosial perempuan di atas tempat tidur.? Pemuas nafsu sajakah?.

Dibawah Tempat tidur . Perempuan tetap tersudut.

Bagi Descartes untuk menjadi makhluk rasional artinya orang harus memisahkan diri dari rasa kebutuhan, kegairahan, dan yang berhubungan dengan ketubuhan. Hanya dengan cara demikian, pengetahuan yang murni dapat di capai seperti ilmu pengetahuan, matematika, dan filsafat.

Pemisahan yang telak antara rasio dan tubuh dari Descartes mempolarisasakian atau membentuk karakter laki-laki sebagai makhluk rasional dan perempuan sebagai makhluk emosional. Sedang dalam Summa teologianya Aquinas. Perempuan di atas tempat tidur adalah bernafsu dan penuh dengan kegairahan. Pada abad 16 sampai 17. Perempuan di buruh kemudian di bakar karena di curigai sebagai ahli sihir.

Ada sedikit kebijaksanaan di atas tempat tidur.

Roessau berusaha menjadi “makcomblang” untuk mengawinkan antara rasio dan emosi. Usaha itu di bahas dalam buku seksinya berjudul Emile. Dengan resonansinya yang berbunyi “ Amour de soi”/kenalilah dirimu. Ia percaya bahwa membangun sebuah masyarakat yang baik harus memiliki  kedua unsur tersebut. dalam mencapai tujuan pendidikan untuk membentuk “manusia yang unik” Perempuan harus sejajar dengan laki-laki.

Namun jika sudah di atas tempat tidur. Roessau menghadirkan Non sense!. Tiba-tiba, Laki-laki berbeda dengan perempuan. “ bila perempuam di ciptakan untuk melayani laki-laki maka ia harus berusaha untuk memantaskan dirinya lebih dapat di terima. Bersikap rendah hati, dan bernilai di mata orang.” Begitulah Roessau kelihatannya rancu berkata.

Dan tetap saja kebijaksanaan ini hanya berlaku untuk maskulin saja. dan perempuan tetap mesti harus memantaskan diri sebagai makhluk second.

Filosof kontemporer  butuh perempuan di atas tempat tidur.

Menguaknya jalinan cinta antara Filosof besar Jean Paul Sartre dan Simon de Beauvior dan surat menyurat di antara mereka yang terbaca sangat mesra dan vulgar. Sartre begitu butuh kehangatan tubuh de Beauvoir. Atau bahasa penyair yang sedang jatuh cinta. “aku tidak bisa hidup tanpamu”. Dengan bendera kebebasan seksual. Mereka berdua mesra di atas tempat tidur. Tapi merebak kemudian kontroversi. Ketika Sartre besar dengan karyanya Being and Nothingness, ia tidak menyebut nama de Beauvoir yang tentu sangat berjasa. Ada penghianatan terselubung di sana. Ketika di tanya perihal tersebut. de Beauvoir, tak menjawab dan menjelaskan hingga ia menutup matanya.

Tak beda jauh juga hubungan kontroversi antara seorang dosen dan mahasiswinya. Antara filsuf Heidegger dan Hannah Arendt. Yang kemudian menjadi sebuah di lema, pada saat Heidegger memihak Nazi. Sedang Hannah Arendt adalah penganut Yahudi.

Filsafat harus adil di atas tempat tidur.

Setiap orang pasti membenci ketidak adilan, dan filsafat sebagai ilmu yang mencintai kebijaksanaan mesti pula berurusan dengan keadilan. Dalam bahasa moralitas kant. Keadilan adalah postulat yang mesti di raih manusia. atau bagaimanakah mencapai kebijaksanaan jika tak ada keadilan. Maka dari pada itu. Kita mesti harus berani membawa filsafat kemanapun sampai kepada hal yang sangat privat, sekalipun di atas tempat tidur. Baik sedang dalam keadaan berpakaian atau sedang telanjang bulat. Filsafat sudah harus cerewet untuk membicarakan masalah tubuh, memeluk erotis dan kita nyaman membicarakan pantat, payudara dan kelamin perempuan, serta peranannya dalam tatanan sosial. Melihat pantat,payudara dan kelamin perempuan bukan sebagai melihat majalah porno. harus bijak diartikan  filsafat sebagai etos pencarian terus menerus dapat membentuk konsep seks, gender, seksualitas, perbedaan seksual, keadilan gender, kepuasana suka sama suka.

And now, seberapa nyamankah kita telah membicarakan seks di dalam kelas dan ruang diskusi.?. dan itulah pertanyaan pamungkasnya. Dan ini belum selesai.

Kamis, 03 Maret 2016

IBLIS YANG TERTUKAR

Selamat datang pembaca, selamat membaca bacaan yang ngga bikin kaya apalagi cakep . Dalam tulisan kali ini penulis terilhami untuk mengangkat tema tentang tangan kanan Tuhan, pembantu atau menteri Tuhan. Dia yang senantiasa menjadi perantara dalam setiap titahNya. Siapa dia? Dialah Nur, cahaya yang kita sebut Malaikat, dan si elementa api, Iblis. Untuk mengawalinya kita terlebih dahulu akan membahas si elementa api, iblis.
                Dahulu kala ketika Waktu belum menurun ke dalam konsepsi waktu materi, sebelum manusia ada dan diusir ke bumi, bahkan mungkin sebelum Tuhan mencipta energy bigbang. Ada sebuah dramatika yang terjadi antara Tuhan dan  Malaikat. Kurang lebih alur naskahnya seperti ini:
“Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi” ucap Tuhan dengan ke-MahaAgungan-Nya.
“Kenapa Engkau kan menciptakan Mahluk yang nantinya akan merusak bumiMu,Tuhan?” Tanya malaikat, dengan nada Tanya dan protes.
“ sesungguhnya Aku lebih tahu apa yang tdaik kamu ketahui” jawab Tuhan.
Demikian Tuhan mengatakan kepada menterinya. lalu diciptakan lah mahluk yang disebut manusia. Manusia memiliki keistimewaan dan kemulian yang tinggi dibanding ciptaan Tuhan yang lainya. Saking mulianya Tuhan memerintahkan kepada seluruh malaikatnya untuk bersujud. Tanpa ragu dan bertanya para menteri itu bersujud, kecuali Iblis.
Dari berbagai literature, kita telah membaca bahwa sejarah metafisika ini mengatakan iblis terlalu angkuh dan menganggap dirinya lebih mulia dari pada manusia pertama ini. Manusia pertama ini tercipta dari tanah, sementara iblis tercipta dari api, yang dalam sudut pandang iblis bahwa api lebih mulia dari tanah. Sehingga iblis enggan untuk bersujud kepadanya.
Namun jika kita coba menerawang sebelumnya. Tuhan adalah Segala MahaSegala. Tuhan tahu apa yang akan dan telah terjadi. Tak ada yang luput dariNya. Sebelum manusia pertama itu ada, Tuhan menciptakan malaikat dan Iblis terlebih dahulu. Demikian Tuhan mengatakan dan memerintahkan kepada malaikat dan iblis, jangan pernah bersujud kecuali kepadaKu. Malaikat dan iblis pun mengiyakan dan mematrinya dalam hati.
Dari situ dapat diartikan bahwa, sebenarnya iblis tidak bersujud kepada mansuia pertama bukan merupakan sebuah keangkuhan. Melainkan sebuah keteguhan hati. Iblis benar-benar memegang erat ikrarnya bahwa ia hanya akan bersujud kepada TuhanNya. Makanya ia enggan sujud kepada si manusia pertama itu, karena bigitulah keteguhan hati iblis, meskipun itu melanggar perintah.
Iblis pada saat itu mungkin berfikir perintah itu adalah sebuah ujian, ujian terhadap keteguhan ikrarnya. Tuhan maha tahu apa yang akan terjadi, maka iblis demikian jangan-jangan Tuhan sedang mengujinya. Karena akan tampak aneh jika sebelumnya Tuhan memerintahkan untuk bersujud hanya kepadaNya, lalu menarik Titah itu dan memintanya bersujud kepada yang lainya.
 Sehingga Tuhan menakdirkan iblis masuk neraka dengan imbalan hidup kekal, dan akan terus menggoda manusia hingga akhir datang.
Kemudia nantinya manusia pertama itu diberi nama adam lalu di masukkan di surga. Namun di surga adam merasa kesepian, sekalipun tak ada kebutuhanya yang tak terpenuhi. Dengan segala kemurahan, Tuhan lalu menciptakan bidadari untuknya dari rulang rusuk kirinya, dan  memiliki jenis kelamin yang bersembrangan darinya yang kemudian diberi nama Hawa.
Didalam surga adam dan hawa hidup berkelimpahan. Hingga pada akhirnya iblis berhasil menggodanya untuk mendekati dan memakan buah yang dilarang oleh tuhan untuk didekati atau pun di makan. Godaan pertama iblis itu berhasil dan menghempaskan manusia dari keindahan itu.
Namun sebenarnya jika kita lihat kembali, Tuhan mahaSegalanya. Ia Tahu yang belum dan telah terjadi. Demikian, pada saat Tuhan memerintahkan semua ciptaanya untuk bersujud kepada manusia pertama itu, tentu Tuhan sudah Tahu bahwa nantinya semua akan bersujud kecuali iblis. Seperti sebuah settingan film, Tuhan telah berbicara dengan iblis dibalik layar untuk melancarkan aksi kudeta pada saat perintah untuk sujud kepada manusia pertama.
Disini iblis menjadi actor utama yang memainkan peran protagonis sekaligus antagonis. Di satu sisi ia adalah teladan yang rela dikambinghitamkan oleh Tuhan sebagai perantara dan alasan untuk mengeluarkan manusia dari surga. Namun disisi lain ia dipandang sebagai penyebab diusirnya adam dari surga dan penyebab dosa manusia yang kemudian menyeret ke neraka.
Tuhan bukanya menutup Mata akan hal itu, demikian naskah drama yang telah disusun olehNya. Agar ada yang menjadi alasan manusia di usir dan mengelola ladang bumi.. Karena jika tidak demikian, maka Tuhan gagal sebagai Tuhan. Dan Tuhan akan mati. Karena ketiba tibaan tanpa ada sebab adalah sebuah kemustahilan. Dan kemustahilan yang tak terjelaskan adalah kesia siaan, dan justru meruntuhkan ke-Esaanya. Wallahu ‘alam.
                Lalu bagaimana dengan malaikat. Malaikat bersembrangan dengan pendapat dengan iblis. Jika iblis telah berkompromi dengan Tuhan untuk kudeta, tidak dengan malaikat. Malaikat adalah mahluk yang taat. Dengan segenap dirinya hanya ada ketaatan dan ketaatan.
Untuk selanjutnya ada 10 nama[1] malaikat yang diperkenalkan Tuhan kepada manusia. Dan setiap malaikat yang menyadang salah satu nama itu memiliki tugas masing-masing. Misalnya malaikat Jibril bertugas menyampaikan wahyu, malaikat malik, menjaga pintu neraka, malaikat rakib dan atit yang mencatat amal perbuatan manusia.
Malaikat malaikat itu kemudian bergerak pada track fungsionalnya. Malaikat jibril sejak penciptaan adam senatiasa menjadi tukang pos bagi Tuhan. Mengantarkan wahyu kepada para nabi sebagai pesan kebenaran. Di setiap zaman dan tempat yang membutuhkan kompas, disanalah nabi di utus sebagai bintang yang menunjukan nelayan arah jalan pulang. Dan sebagai bintang tentu ia dibekali oleh cahaya sebagai petunjuk bagi yang melihatnya. Di situlah peran malaikat Penyampai wahyu, Mengantarkan petunjuk Tuhan kepada  utusan.


malaikat pensiunHal serupa di lakukan oleh Gabriel, hingga era Nabi akhir Zaman, yakni Muhammad Saw. Pada masa Nabi Muhammad. Semua sarkamen wahyu Gabriel disempurnakan, dan Nabi Muhammad menjadi nabi terakhir yang menjadi target wahyu yang dibawanya. Setelah Muhammad tak ada lagi Nabi yang diutus Tuhan, dan  setelah Nabi wafat. Tak ada lagi wahyu. Dan itu mengindikasikan tugas jibril telah usai
Lalu, bagaimana dengan Jibril, apakah ia pensiun? Ataukah masih menyampaikan wahyu?, untuk menjawab pertanyaan itu, kita harus kembali kepada definisi wahyu itu sendiri.
Demikian juga dengan malaikat” yang lain. Misalnya malaikat Izrail yang bertugas meniup sangkakala pada hari kiamat. Apa yang ia lakukan sekarang. Masih membuat terompetnyakah? atau lagi ngecat sambil memolesnya.  Atau ia sedang latihan meniup sangkakala? Atau bagaimana dengan malaikat Ridwan yang mungkin sedang menghangatkan bangku pos pintu surga? Dan yang lainya.
Wallahu’alam




[1] Kata nama yang dimaksud disini adalah bukan mengacu kepada hanya ada 10 malaikat yang dikenalkan selama ini. Tapi nama pada kalimat diatas adalah bentuk universal yang mengartikan bahwa malaikat menyandang sepuluh nama itu-entah jika ada nama yang lain-, misalnya nama malaikat rakib dan atit, rakib atau atit tidaknya hanya satu pribadi saja, melainkan banyak.

Sumber  :http://www.a-filsafat.com/2015/10/iblis-yang-tertukar-dan-malaikat-pensiun.html

Selasa, 22 Desember 2015

SOAL UJIAN SEMESTER

Mata Kuliah : Filsafat SKOLASTIK
Semester/Jurusan : V/Aqidah Filafat,Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam,Universitas Islam Negeri Sumatera Utara.
Dosen Pengampu : Ismet Sari, M.Ag

SOAL
1. Filsafat, dalam perjalanan dan perkembangannya (dari hulu ke hilir), dalam setiap periodesasinya sering dianggap sebagai verbalisme kosong, kebebasan nalar yang liar, pemikiran kritis yang kacau dan arogan, bahaya tafsir bebas yang mengarah kepada kemurtadan, atau bahkan sejenis kegilaan. Jelaskan pendapat saudara tentang latar belakang munculnya pernyataan pejoratif terhadap filsafat tersebut!


2. Filsafat pada periode abad tengah/skolastik lahir dan dirintis dalam beberapa tahapan zaman yang diwarnai oleh gerakan dan kesadaran sosial-politis yang sangat kritis terhadap zaman sebelumnya. Jelaskan pengertian dan ciri-ciri semangat yang mendasari filsafat pada periode abad tengah dan skolastik, sejarah perkembangan dan gerakan-gerakan perintis,serta perbedaan pemikiran (metode, epistimologi dan objek) filsafat pada periode abad tengah dan skolastik dengan pemikiran sebelumnya (klasik/yunani,Hellenisme) !!.


3.Subjek kajian filsafat skolastik,sebagian besar melingkupi studi transmisi dan pertemuan filsafat yunani dengan agama kristen.Menurut anda,bagaimana metodologi,pendekatan dan model analisis yang dapat di terapkan dalam subjek kajian tersebut agar di capai objektifitas analisis dan kajian!!!


4.Filsafat Skolastik dalam proses sejarahnya,dari Yunani klasik/kuno,Hellenisme, hingga priode abad tengah/Patristik/Scholastik, Filsafat mengalami gelombang pasang surut dalam kajiannya. Jelaskan Proyeksi pokok persoalan-persolan filsafat dari priode skolastik tersebut mencakup : Epistimologi pengetahuan dan kesadaran, kosmologi dan metafisika-teologi!!!


5. Jelaskan kehadiran, pengaruh dan kontribusi metode dan epistimologi yang dikembangkan filsafat skolastik terhadap diskursus dan kajian keislaman! 


Cara menghack facebook terlengkap

Kamis, 19 Maret 2015

biografi herakleitos


 

A. Pengantar

Tulisan di bawah ini merupakan sebuah rangkuman singkat dari bab empat dalam buku Presocratics, karangan James Warren (2007), yang membahas mengenai pemikiran Herakleitos. Di dalam rangkuman ini, saya juga menambahkan beberapa data atau penjelasan yang diambil dari sumber lain sebagai pelengkap. Pada akhir rangkuman, sebagai penutup, saya mencoba menyampaikan pendapat pribadi tentang pemikiran Herakleitos dalam tulisan James Warren.

B. Riwayat Hidup Herakleitos

Herakleitos (Ηράκλειτος) adalah seorang filsuf Yunani yang hidup pada tahun 550-480 SM, abad 6-5 SM. Tidak banyak data sejarah yang medeskripsikan kehidupan filsuf ini. Dia hidup di Efesus (Προς Εφεσίους), sebuah kota penting di Pantai Ionia, Asia kecil, tidak jauh dari Miletus, tempat kelahiran filsafat.Dirinya dikenal sebagai Si Gelap (το σκοτάδι) karena perkataannya yang sukar dipahami artinya dan “nama itu menunjuk pesimisme yang ada padanya”. “Pesimisme ini ditimbulkan dari keadaan politik pada waktu itu atau akibat pengajarannya tentang kefanaan dunia”.Fragmen-fragmennya yang ditemukan ditulis dalam bentuk kalimat-kalimat yang estetis dan rumit sehingga bisa menyebabkan salah penafsiran bagi pembacanya. Hal ini adalah kekhasan dalam diri Herakleitos karena dia memang mencoba mengungkapkan pemikirannya dalam bentuk puisi atau epigram yang elegan. Dalam hidupnya, Herakleitos mengabdikan diri untuk mendalami filsafat lewat pemikiran-pemikirannya yang bersifat spekulatif.
C. Pemikiran Herakleitos
Herakleitos seringkali dikenal dengan pemikiran-pemikirannya mengenai perubahan dalam kosmos dan keseimbangan yang ada di dalamnya. Dia juga banyak mengulas mengenai pertentangan yang ada di dunia. Ini diutarakannya lewat ungkapan bahwa perang adalah bapak dari segala-galanya  (DK 22 B53, Hippolyte,Réfutation de toutes les hérésies, IX, 9, 4.). Pernyataan ini ingin menegaskan bahwa dalam pertentangan yang terdapat di alam semesta tercipta sebuah harmoni kehidupan.

C.1. Logos

DK 22 B50 (Hippolyte, Réfutation de toutes les hérésies, IX, 9, 1.) “It is wise to hearken, not to me, but to my Word, and to confess that all things are one.” [οὐκ ἐμοῦ, ἀλλὰ τοῦ λόγου ἀκούσαντας ὁμολογεῖν σοφόν ἐστιν ἓν πάντα εἶναι]
Herakleitos menginginkan supaya para pendengarnya tidak terperangkap untuk mendengarkan dia saja. Dia meminta agar mereka mendengarkan logositu sendiri. Dalam Bahasa Yunani, kata logos (λογότυπα) bisa berarti sebuah kata atau sebuah pernyataan. Kata ini juga dapat memiliki arti sebagai sebuah perhitungan cermat, evaluasi, relasi atau ketersalingan, atau rasio. Dapat dikatakan bahwa logos merupakan proses pemikiran manusia sendiri. Namun, ketika berjumpa dengan logos dalam alam pemikiran Herakleitos, pembacanya akan masuk ke dalam berbagai macam bentuk tafsiran. Bisa jadi tafsiran atau interpretasi mengalami bias atau malah tidak dimengerti sama sekali. Sebab, Herakleitos sendiri mengatakan bahwa orang-orang (pendengarnya) tidak dapat memahami apa yang dimaksudkannya denganlogos itu. Bahkan, dia juga mengungkapkan bahwa mereka salah mengerti tentang logos, baik sebelum mendengarnya maupun ketika pertama kali mendengarnya. Ternyata, mengenai hal ini, James Warren berpendapat bahwa kita mesti memisahkan antara logos yang menjadi isi dari apa yang menjadi karya Herakleitos dan logos yang adalah karya Herakleitos itu sendiri. Jelas sekali bahwa untuk sampai pada gagasan yang dimaksudkan oleh Herakleitos pendengarnya perlu bertekun untuk sungguh mendengarkan perkataannya.
Untuk memperjelas pengertian mengenai logos, Herakleitos mengungkapkan bahwa pendengarnya tidak sanggup memahami logos karena mereka hidup dalam dunia mereka sendiri. Mereka tidak sadar bahwa mereka terkungkung dalam alam pemikiran mereka sendiri sehingga tidak dapat membuka diri pada logos. Padahal dalam pandangan saat itu, bisa dikatakan bahwa logosmenjadi sumber dari segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini. Herakleitos, lewat pemikirannya, ingin mendorong, mengusik, dan mendesak pendengarnya untuk menjadi sadar dan berpikir secara lebih luas tentang dunia sekitarnya.

C.2. Api

Herakleitos adalah sosok pribadi yang terpesona dengan perubahan dan transformasi yang terjadi di alam semesta ini. Bukti nyata yang menunjukkan keterpesonaannya ini adalah uraian pemikirannya tentang API (πυρκαγιάς). Herakleitos berpandangan bahwa kosmos (σύμπαν) ini terbentuk dari API. API-lah yang menyebabkan terjadi berbagai perubahan di alam semesta. Cara berpikir ini adalah kekhasan orang-orang sezamannya yang mencari materi utama (phusis) dari dunia ini. Demikian pula dengan Herakleitos, dia memahami bahwa dunia ini dibentuk dari perubahan-perubahan yang nyata terjadi pada API. API yang dimaksud oleh Herakleitos ini bukan api yang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari manusia pada umumnya. Herakleitos ingin menunjukkan bahwa API ini memiliki daya-daya untuk menciptakan sesuatu lewat panas dan pijar cahanya. Hal ini dinyatakan dalam fragmennya: Kosmos ini, sama bagi semua, tidak pernah dibuat oleh manusia maupun tuhan, kosmos ini selalu ada, sekarang ada, dan aka nada seperti api yang selalu hidup, menyala dan meredup sesuai masanya (DK 22 B30, Klemens dari Alexandria, Stromata V, xiv, 104. 1).
Herakleitos memandang API secara istimewa karena API dipahaminya sebagai unsur penting yang memengaruhi kosmos. Pengaruh yang diberikan oleh API ini adalah siklus tetap perubahan yang terjadi di alam semesta. Semuanya yang ada dibentuk dan berasal dari api sebagai sumber utamanya karena “Segala sesuatunya dapat dipertukarkan dengan API, dan API adalah alat tukar bagi segala sesuatu, sama halnya semua harta milik bisa dipertukarkan dengan emas, dan emas dengan segala harta milik (DK 22 B90, Plutarchus, De E Delpico, p. 388e)”. API juga dipahami sebagai sesuatu yang sanggup memisah-misahkan dan merengkuh semua hal sekaligus. Karena itulah, Herakleitos melihat API sebagai sesuatu yang dinamis, yang sanggup memberikan tranformasi nyata bagi kehidupan dalam kosmos dankosmos itu sendiri.

C.3. Harmoni

Herakleitos memiliki pemikiran yang menarik mengenai harmoni (αρμονία). Dia melihat bahwa semua perubahan berasal dari API dan rangkaian perubahan yang terjadi ini menciptakan kesatuan dalam suatu waktu tertentu. Pandangan ini memengaruhi alam pemikirannya sehingga dia pun memiliki pandangan akan sesuatu yang dinamis di alam semesta ini. Maksud dari sesuatu yang dinamis di sini adalah keberadaan perlawanan-perlawanan yang sebenarnya terdapat dalam satu hal yang sama. Kesatuan yang ada tersebut justru dibentuk dari apa yang saling bertentangan dalam pandangan manusia pada umumnya. Perbedaan-perbedaan di alam semesta ini dipahami sebagai sebuah rangkaian yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Selain itu, apa yang satu, dalam alam pemikiran Herakleitos bisa ditangkap sebagai hasil dari dua hal yang berbeda. Sebagai contoh yang sering kali diutarakan antara lain: ὁδὸς ἄνω κάτω μία καὶ ὡυτή. “… jalan yang naik dan turun adalah satu jalan yang sama.” (DK 22 B60, Hippolyte, Réfutation de toutes les hérésies, IX, 10, 4.)atau “Hidup atau mati, bangun atau tidur, muda atau tua, semua sama saja, karena masing-masing berubah ke lawannya dan sebaliknya.” (DK 22 B88, Plutarchus, Consolation d’Apollonius, 106 E. ). Pernyataan ini ingin menunjukkan bahwa pada dua hal yang berbeda terdapat kesatuan yang menjadi hakikat dari suatu hal. Meski dua hal tersebut berlawanan sekalipun tetapi tetap saja diakui sebagai satu kesatuan.
Secara menarik, James Warren mencoba menggambarkan pemikiran Herakleitos ini dengan harmoni pada alat musik yang berdawai. Tegangan karena perbedaan yang terjadi pada dawai itulah yang menghasilkan sebuah harmoni yang dapat dinikmati. Hal ini berlaku juga pada pernyataan bahwa yang satu mendapat arti dan makna dari yang lainnya. Realitas bahwa kesehatan adalah kondisi yang berharga mendapat penegasan dari lawannya, yakni keadaan sakit. Demikian pula, rasa kenyang mendapat makna karena adanya rasa lapar pada manusia. Jadi, disimpulkan bahwa hal-hal yang bertentangan ini merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi satu sama lain.
Pemikiran ini pula yang kemudian mendasari ajaran Herakleitos mengenai para dewa, manusia, kehidupan dan kematian. Dalam ajarannya itu Herakleitos banyak membahas mengenai ketidakabadian dan keabadian. Berkaitan dengan itu, dia tertarik untuk membahas mengenai siklus kehidupan dan kematian manusia. Dalam salah satu fragmennya, dia membandingkan kehidupan dan kematian dengan siklus harian dari bangun dan tidur. Baginya kesatuan antara kehidupan dan kematian di dunia ini adalah gambaran perubahan dari waktu ke waktu dan menjadi prinsip dari kesatuan. Dia mengajak pendengarnya untuk merenungkan secara mendalam dan mengambil sebuah pengertian tentang hidup mereka di dunia ini. Namun, Herakleitos tidak memberi keterangan lebih lanjut mengenai kehidupan setelah kematian karena dia menyadari bahwa dia sendiri masih hidup dan belum mengalami secara langsung kematian itu sendiri.
C.4. Sungai
DK 22 B91 (Plutarchus, Sur l’E de Delphes, 392 B.) “Kamu tidak mungkin masuk dua kali ke dalam sungai yang sama” [ποταμῷ γὰρ οὐκ ἔστιν ἐμϐῆναι δὶς τῷ αὐτῷ καθ΄.]
Herakleitos mengajarkan bahwa dunia yang ada ini senantiasa berubah dari waktu ke waktu. Ajaran ini terkenal dengan slogan panta rhei (Πάντα Ρει), semuanya mengalir. Pemikiran Herakleitos ini menegaskan bahwa tidak ada yang stabil sama sekali karena terjadi perubahan terus menerus di alam semesta. Perubahan itu sendiri merupakan siklus yang akan selalu terjadi dalam kosmos. Perubahan yang terjadi ini mengambil sungai yang mengalir sebagai contoh untuk menggambarkan bagaiman air terus bergerak dan tidak tetap. Namun, menurut James Warren, kebingungan terjadi sewaktu menginterpretasikan fragmen mengenai sungai ini. Pertanyaan yang muncul adalah apakah yang dimaksud dengan sungai oleh Herakleitos itu sungai itu sendiri atau air sungai yang mengalir. Kemudian diyakini bahwa yang ditunjuk adalah aliran dalam sungai. Sebab, sungai itu sendiri disebut sebagai sungai karena memang terjadi aliran air pada sungai. Karena itulah sungai dapat dibedakan dengan danau. Hal yang menarik, masih mengenai sungai, pandangan Herakleitos ini sempat ditafsirkan secara lebih ekstrem oleh pengikutnya, Kratylos. Kratylos ini malahan berpandangan bahwa tidak mungkin manusia masuk ke dalam sungai yang sama bahkan untuk pertama kalinya.
Pada intinya, menurut James Warren, contoh sungai yang diambil oleh Herakleitos dalam fragmennya ingin menunjuk pada perubahan yang terjadi pada diri manusia. Pribadi manusia yang hidup di alam semesta ini mengalami perkembangan secara bertahap. Manusia lahir, betumbuh, menjadi tua, dan akhirnya meninggal. Perkembangan itulah yang disebut sebagai perubahan. Dalam mengalami perkembangannya itu, manusia tetap berada di alam semesta yang juga mengalami siklus perubahan.

D. Pandangan tentang Pemikiran Herakleitos

Hal pertama yang muncul ketika pertama kali masuk dalam alam pemikiran Herakleitos adalah kebingungan. Ungkapan-ungkapan yang mengutarakan gagasannya sukar untuk dipahami dengan sekali membaca. Namun, uraian James Warren setidaknya memberi deskripsi yang baik tentang apa yang ingin disampaikan oleh Herakleitos. Saya terbantu lewat pemaparannya yang masuk akal dalam menafsirkan pandangan Herakleitos. Yang menarik adalah keterpesonaan, kecermatan pengamatan, dan cara pengungkapan gagasan yang dimiliki Herakleitos. Karena keterpesonaannya, dia mencermati apa yang terjadi di dalam kosmos dan menarik sebuah korelasi keterikatan antara satu dengan yang lainnya dalam menghasilkan perubahan. Itu semua diungkapkannya dengan indah dalam kalimat-kalimat ringkas yang bisa disalahmengerti karena menimbulkan banyak arti.
Ajarannya yang penting bagi kehidupan sehari-hari, secara konkrit, adalah kesadaran akan kehidupan yang berlangsung di alam semesta dan pentingnya keselerasan lewat perbedaan. Menyadari apa yang sedang terjadi dan berlangsung di sekitarnya membuat manusia hidup secara utuh dan sadar bahwa dirinya benar-benar hidup dan berkembang. Sedangkan keselarasan lewat perbedaan membuat manusia memahami arti penting kehidupan, kesehatan, kedamaian, dan kebalikannya, kematian, rasa sakit, dan peperangan. Itu semua telah ada, sedang berlangsung, dan akan terus berjalan di alam semesta.

BIOGRAFI GEORGIAS

BIOGRAFI GEORGIAS


Gorgias lahir di Leontinoi, Sisilia sekitar tahun 483 SM. Dia meninggal pada tahun 375 SM pada usia yang ke 108 tahun. Dia adalah murid Empedokles, kemudian dipengaruhi oleh dialektika Zeno. Ia mengalami sukses besar di kota Athena. Kesuksesan karirnya disebabkan karena dia sebagai orator yang sangat luar biasa. Dia memiliki lidah yang fasih dan kemampuan berpidato yang hebat.
Awal karir Gorgias sebagai filusuf ketika mempunyai pemikiran tentang asal muasal sesuatu yang awalnya adalah tidak ada. Karena hasil pemikirannya inilah akhirnya dia mulai dikenal banyak orang. Karir Gorgias bertambah cemerlang ketika dia pindah ke kota. Dari sisilia berpindah ke kota-kota besar di Yunani terutama di pusat kota yaitu Athena. Ia datang ke Athena awalnya sebagai duta untuk meminta pertolongan melawan kota Syrakusa Pada tahun 427 SM.
Di kota, Gorgias menjadi ahli pidato atau orator. Dia mempunyai gaya berpidato yang khas yang berbeda dengan orator-orator yang lain. Gaya bahasa yang digunakan bersifat persuasif. Dia juga tidak kaku dalam menyampaikan pidatonya. Terkadang dia juga menyisipkan humor untuk menarik perhatian. Hal inilah yang menjadikan karir Gorgias semakin cemerlang. Dia semakin dikenal banyak orang. Bahkan dia memiliki beberapa orang murid.
Sebagai filusuf terkenal Gorgias juga dikritik oleh beberapa filusuf yang tidak sefaham dengannya seperti Plato dan Sokrates. Mereka tidak setuju dengan apa yang disampaikan Gorgias dalam pidato-pidato yang disampaikannya.


PEMIKIRAN

Jalan berfikir Gorgias berbeda dengan filusuf yang lain pada saat itu. Dia menulis dalam sebuah buku yang berjudul Tentang yang Tidak Ada atau Tentang Alam. Dalam buku ini ia mempertahankan tiga pendirian yaitu tidak ada sesuatu pun; Seandainya sesuatu ada, maka itu tidak dapat dikenal; Seandainya sesuatu dapat dikenal, maka pengetahuan itu tidak bisa disampaikan kepada orang lain. Pemikiran Gorgias tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tidak ada sesuatu pun. Maksudnya ialah bahwa realitas itu tidak ada. Realitas itu terbatas dan tak terbatas, dicipta dan tak dicipta sehingga menurut Gorgias pemikiran lebih baik tidak menyatakan apa-apa tentang realitas.
Seandainya sesuatu ada, maka itu tidak dapat dikenal. Pengindraan adalah sumber ilusi. Menurut Gorgias akal tidak akan mampu meyakinkan kita tentang dari apa alam semesta ini terbentuk, karena kita terbelenggu oleh dilema subyektif. Jalan berpikir kita yang disandarkan pada kemauan dan ide tidak akan menghasilkan kebenaran jika dihadapkan pada fenomena disekitar kita.
Seandainya sesuatu dapat dikenal, maka pengetahuan itu tidak bisa disampaikan kepada orang lain. Ia memperlihatkan kakurangan bahasa untuk mengkomunikasikan pengetahuan. Bahwa kata-kata tidak mempunyai pengertian absolut, kata-kata hanya mempunyai pengetian relatif.
Untuk memahami makna sesungguhnya dari pemikiran Gorgias tersebut secara pasti tidaklah mudah, bisa jadi memang hal itu sesuai dengan arti sebenarnya dari kata-kata tersebut atau hal itu hanya merupakan sebuah sindiran bagi para filusuf sebelumnya mengenai metode berargumentasi yang dipakai mazhab Elea dengan memperlihatkan bahwa cara berargumentasi mereka dapat diteruskan hingga menjadi mustahil.
Gorgias adalah penganut aliran sofisme. Kaum Sofis memiliki beberapa ajaran pokok yaitu: Manusia menjadi ukuran segala-galanya, Kebenaran umum (mutlak) tidak ada, Kebenaran hanya berlaku sementara, Kebenaran tidak terdapat pada diri sendiri. Aliran sofisme melahirkan banyak orang terampil berpidato atau orator yang memberikan penghargaan lebih terhadap akal manusia. Akan tetapi ada juga segi negatifnya yaitu menjadikan orang tidak bertanggung jawab atas ucapan-ucapannya, sebab apa yang dikatakan hari ini berlainan dengan hari esoknya atau sudah tidak berlaku di keesokan harinya dengan dalih bahwa kebenaran hanyalah berlaku sementara. Dengan perjalanan seperti itu dunia pengetahuan menjadi tidak pasti dan terletak semata-mata ditangan orang-orang yang dengan kecakapannya berpidato yang bisa mempengaruhi masyarakat. Maka retorika yaitu kecakapan berpidato menjadi kunci kebenaran untuk membela suatu pendirian sehingga keyakinan terhadap kebenaran yang pasti, tidak akan tercapai.
Setelah berpindah ke kota Athena Gorgias beralih dari filsafat dan mulai mencurahkan perhatiannya kepada ilmu retorika. Ia berprofesi sebagai orator atau ahli berpidato. Dia mempunyai gaya berpidato yang khas yang berbeda dengan orator-orator yang lain. Gaya bahasa yang digunakan bersifat persuasif. Gorgias menganggap bahwa retorika sebagai seni untuk menyakinkan (“the art of persuasion”). Dia tidak hanya mengemukakan alasan-alasan yang diarahkan kepada akal budi, tetapai juga menyentuh pada perasaan. Dia lebih memilih untuk menggunakan etos (etika, atau argumen dari karakter) dan logo, sebagai alat persuasi, sehingga gaya bahasa yang digunakan menarik dan bisa diterima.
Gorgias sangat ahli berpidato sehingga ia sebagai orator karena lidahnya sangat fasih berpidato. Dia mempunya gaya yang berbeda dari orator-orator yang lain yang terkesan kaku dan serius. Gorgias menggunakan bahasa yang persuasif dan disisipi juga dengan humoris untuk menarik perhatian. Dia juga mampu berpidato tanpa persiapan sekalipun yang menandakan dia adalah orang yang tahu akan segala hal. Namun banyak yang mengkritik terhadap orasi-orasi gorgias diantaranya adalah plato dan aristoteles. Mereka mennyatakan bahwa pidato gorgias telah terlepas dari hakikat filsafat.

BIOGRAFI PROTAGORAS

Protagoras


Filsuf Yunani Protagoras (ca. 484 SM-414 ca.) Adalah salah satu guru yang paling terkenal dan paling sukses gerakan sophistic dari Abad ke 5 SM.
Protagoras lahir di Abdera, kota asli Democritus, dan menghabiskan sebagian besar hidupnya sebagai seorang Sofis keliling, bepergian di seluruh dunia Yunani. Dia sering berkunjung ke Athena, menjadi sahabat Pericles, dan dikatakan telah membantu dalam membingkai konstitusi untuk koloni Thurii, yang Atena didirikan di Italia selatan pada 444/443 SM. Plato mengatakan bahwa Protagoras menghabiskan 40 tahun mengajar dan bahwa ia meninggal pada usia 70. Cerita tentang dakwaan terhadap Protagoras oleh orang Atena, pembakaran buku-bukunya, dan kematiannya di laut mungkin fiktif.

Sofis Filsafat

Protagoras memperoleh mata pencahariannya memberikan ceramah dan instruksi kepada individu dan kelompok. Sistem yang diajarkannya memiliki sedikit hubungannya dengan filsafat atau mengejar kebenaran mutlak, melainkan disampaikan kepada penganutnya keterampilan yang diperlukan dan pengetahuan untuk sukses dalam hidup, terutama di bidang politik. Keterampilan ini terutama terdiri dari retorika dan dialektika dan dapat digunakan untuk apa pun berakhir orang yang diinginkan. Dengan alasan ini, untuk mengajar orang “untuk membuat penyebab lemah yang kuat,” bahwa Protagoras diserang, secara tidak langsung oleh Aristophanes The Clouds di dan langsung oleh Plato dalam beberapa dialog-dialognya.
Protagoras menulis pada berbagai mata pelajaran. Fragmen dari beberapa karyanya bertahan hidup, dan judul lainnya yang dikenal melalui komentar di kemudian hari mereka. Diktum terkenal nya “manusia adalah ukuran dari segala sesuatu” adalah kalimat pembuka dari sebuah karya dengan berbagai disebut Truth or Argumen Refutatory.
Protagoras adalah contoh sempurna dari Sofis 5th-abad. Hati-hati pemikir bisa, tentu saja, dengan mudah merusak dasar teori relatif nya pengetahuan, tetapi daya tarik teori dan meresapnya pengaruh ajarannya yang begitu besar sehingga tidak kurang lawan dari Plato pergi berusaha keras untuk mengekspos kekeliruan dan Potensi kejahatan apa yang dia diwakili.
Protagoras dikenal terutama untuk tiga klaim
(1) bahwa manusia adalah ukuran dari segala sesuatu (yang sering diartikan sebagai semacam radikal relativisme ).
(2) bahwa ia bisa membuat “buruk (atau lemah) argumen muncul baik (atau kuat).
(3) bahwa seseorang tidak bisa memastikan apakah para dewa ada atau tidak.
Gagasan Protagoras ‘bahwa penilaian dan pengetahuan dalam beberapa cara relatif terhadap orang yang menilai atau mengetahui telah sangat berpengaruh, dan masih banyak dibahas dalam filsafat kontemporer.

Kehidupan protagoras
Sumber utama kami informasi mengenai Protagoras adalah:
Plato (427-347 SM): Protagoras adalah karakter terkemuka di Plato dialog Protagoras dan doktrin Protagoras ‘dibahas secara ekstensif dalam Theaetetus Plato dialog Plato, bagaimanapun, adalah campuran akun sejarah dan lisensi artistik, banyak cara komik. drama periode. Selain itu, Protagoras meninggal ketika Plato cukup muda dan Plato mungkin telah tergantung pada tidak sepenuhnya dapat diandalkan kedua tangan bukti pemahamannya tentang Protagoras.
Diogenes Laertius (ketiga Masehi): Diogenes ‘Kehidupan para filsuf’ mungkin satu sumber kami yang paling luas bagi banyak filsuf Yunani awal’ karya dan biografi. Sayangnya, karyanya disusun lebih dari enam ratus tahun setelah kematian Protagoras ‘dan merupakan kompilasi kritis bahan dari berbagai sumber, beberapa dapat diandalkan, beberapa tidak, dan banyak putus asa kacau
Sextus Empiricus (fl. akhir 2 Masehi): Sextus Empiricus skeptis dari sekolah Pyrrhonian . Sextus menulis beberapa buku mengkritik dogmatika (non-skeptis). Pengobatan Nya Protagoras agak menguntungkan, tapi karena tujuannya adalah untuk membuktikan superioritas Pyrrhonism untuk semua paham lain, kita tidak bisa percaya dia menjadi “obyektif” dalam pengertian modern, apalagi, seperti Diogenes, ia menulis beberapa ratus tahun setelah Protagoras ‘kematian dan mungkin tidak memiliki sumber-benar dapat diandalkan.
Langkah pertama dalam pemahaman Protagoras adalah untuk menentukan kategori umum “debat kusir,” istilah yang sering digunakan untuk Protagoras di zaman kuno. Pada abad kelima, istilah merujuk terutama untuk orang-orang yang dikenal karena pengetahuan mereka (misalnya, Socrates, tujuh orang bijak) dan mereka yang mendapat uang dengan mengajar murid canggih (misalnya, Protagoras, Prodicus) dan tampaknya menjadi agak istilah netral, meskipun kadang-kadang digunakan dengan nada merendahkan oleh mereka yang setuju dengan ide-ide baru dari “Pencerahan sophistic” disebut. Pada abad keempat istilah menjadi lebih khusus, terbatas pada orang-orang yang mengajarkan retorika, khususnya kemampuan untuk berbicara dalam majelis atau pengadilan. Karena keterampilan sophistic bisa mempromosikan ketidakadilan (penghasutan dalam majelis, memenangkan tuntutan hukum yang tidak adil) serta keadilan (membujuk polis untuk bertindak dengan benar, memungkinkan miskin untuk memenangkan keadilan bagi diri mereka sendiri), yang “sofis” istilah secara bertahap memperoleh konotasi negatif kepintaran tidak dibatasi oleh etika. Secara konvensional, istilah “Sofis Lama” terbatas pada sejumlah kecil tokoh yang dikenal dari dialog Plato (Protagoras, Gorgias, Prodicus, Hippias, Euthydemus, Thrasymachus dan kadang-kadang orang lain). Apakah angka-angka benar-benar memiliki beberapa tubuh umum doktrin tidak pasti. Pada saat sarjana cenderung benjolan mereka bersama-sama dalam kelompok, dan atribut untuk mereka semua kombinasi skeptisisme agama, keterampilan dalam argumen, relativisme epistemologis dan moral, dan tingkat tertentu unscrupulousness intelektual. Karakteristik ini, meskipun, itu mungkin lebih khas pengikut abad keempat mereka daripada para Sophis Lama sendiri, yang cenderung setuju dengan dan mengikuti kode moral yang berlaku umum, bahkan ketika spekulasi mereka lebih abstrak menggerogoti fondasi epistemologis moralitas tradisional.

KARIER PROTAGORAS

Jika pengetahuan kita tentang kehidupan Protagoras jarang, pengetahuan kita tentang karirnya tidak jelas. Protagoras mungkin Yunani pertama yang mendapatkan uang dalam pendidikan tinggi dan ia terkenal karena biaya yang sangat tinggi ia dikenakan. Ajarannya meliputi bidang umum seperti berbicara di depan umum, kritik puisi, kewarganegaraan, dan tata bahasa. Metode pengajaran-Nya tampaknya terdiri terutama dari kuliah, termasuk pidato model, analisis puisi, diskusi tentang arti dan penggunaan yang benar dari kata-kata, dan aturan umum pidato. Pendengarnya terutama terdiri dari orang-orang kaya, dari elit Athena ‘sosial dan komersial. Alasan untuk popularitasnya di kalangan kelas ini ada hubungannya dengan karakteristik spesifik dari sistem hukum Athena.
Athena adalah sebuah masyarakat yang sangat sadar hukum. Tidak hanya persaingan politik dan berbagai pribadi biasanya dilakukan ke depan oleh tuntutan hukum, tapi satu jenis khusus dari perpajakan, dikenal sebagai “liturgy” bisa menghasilkan suatu prosedur yang dikenal sebagai “antidosis” (pertukaran). Sebuah liturgi adalah biaya umum (seperti kapal providinga untuk angkatan laut atau mendukung festival keagamaan) ditugaskan untuk salah satu orang terkaya masyarakat.
Jika seorang pria berpikir bahwa ia telah ditugaskan liturgi tidak adil, karena ada seorang laki-laki kaya mampu melakukan hal itu, ia bisa mengajukan gugatan baik untuk bertukar miliknya dengan orang lain atau untuk menggeser beban liturgi kepada orang kaya. Karena Athena harus mewakili dirinya sendiri di pengadilan ketimbang menyewa pengacara, itu adalah penting bahwa orang-orang kaya belajar untuk berbicara dengan baik dalam rangka untuk mempertahankan properti mereka, jika mereka tidak bisa melakukannya, mereka akan berada di belas kasihan dari siapa saja yang ingin memeras uang dari mereka. Sementara ini membuat ajaran Protagoras sangat berharga, juga memimpin faksi konservatif tertentu (misalnya, dramawan Aristophanes komik) ketidakpercayaan dirinya, dengan cara yang sama bahwa orang sekarang mungkin ketidakpercayaan pengacara licin.

Konsekuensi sosial dan Pengikut Segera ( HUKUM)

Sebagai konsekuensi dari agnostisisme Protagoras dan relativisme, ia mungkin menganggap bahwa undang-undang (legislatif dan yudikatif) adalah hal-hal yang berkembang secara bertahap dengan perjanjian (dibawa oleh perdebatan di majelis demokratis) dan dengan demikian dapat diubah oleh perdebatan lebih lanjut. Posisi ini akan berarti bahwa ada perbedaan antara hukum alam dan kebiasaan manusia. Meskipun Protagoras sendiri tampaknya menghormati, dan bahkan menjunjung adat istiadat keadilan manusia (sebagai prestasi besar), beberapa pengikut muda Protagoras dan Sophis Lama lainnya menyimpulkan bahwa sifat sewenang-wenang hukum manusia dan kebiasaan menyiratkan bahwa mereka dapat diabaikan di akan, posisi yang dianggap salah satu penyebab dari amoralitas terkenal dari tokoh-tokoh seperti Alcibiades.
Protagoras sendiri adalah seorang moralis yang cukup tradisional dan tegak. Dia mungkin telah melihat wujudnya relativisme pada dasarnya demokrasi – yang memungkinkan orang untuk merevisi undang-undang yang tidak adil atau usang, membela diri di pengadilan, membebaskan diri dari kepastian palsu – tapi dia sama-sama mungkin juga telah dianggap retorika cara di mana elit bisa melawan kecenderungan terhadap aturan massal di majelis. Bukti kami mengenai hal ini sayangnya minim.
Konsekuensi dari skeptisisme radikal pencerahan sophistic muncul, setidaknya untuk Plato dan Aristophanes, antara lain, jauh dari jinak. Dalam bermain Aristophanes , Awan, seorang guru retorika (disebut Socrates, tetapi dengan doktrin didasarkan pada tingkat besar pada orang-orang dari Sophis, dan mungkin diarahkan secara khusus pada Protagoras atau pengikutnya) mengajarkan bahwa dewa-dewa tidak ada, moral nilai-nilai yang tidak tetap, dan bagaimana membuat argumen lemah muncul lebih kuat.
Hasilnya adalah kekacauan moral – karakter utama (Strepsiades dan Pheidippides anaknya) di awan digambarkan sebagai belajar trik pintar untuk memungkinkan mereka untuk menipu kreditur mereka dan akhirnya meninggalkan semua rasa moralitas konvensional (diilustrasikan oleh Pheidippides mengalahkan ayahnya di panggung dan mengancam untuk mengalahkan ibunya). Meskipun tidak ada yang menuduh Protagoras dirinya menjadi apa pun selain jujur - bahkan Plato, yang tidak setuju posisi filosofisnya, menggambarkan dia sebagai dermawan, sopan, dan tegak – teknik nya diadopsi oleh karakter yang tidak bermoral berbagai generasi berikut, memberikan menyesatkan yang buruk nama itu masih memiliki untuk pintar tipuan (tapi menyesatkan) verbal.
Protagoras hendak mengatakan bahwa ukuran bagi kebenaran adalah manusia itu sendiri. Artinya, manusia tak perlu lagi mencari kebenaran, karena sebenarnya manusia itulah yang menentukan kebenarannya sendiri.
MANUSIA dalam keseluruhan eksistensinya sangat kompleks untuk dipikirkan dan dibicarakan. Berbagai disiplin ilmu seperti psikologi, filsafat, agama dan banyak lagi pendekatan yang terus- menerus dikembangkan untuk memahami dan menjelaskan siapa dan bagai-manakah seharusnya manusia itu di jagad raya ini. Selain itu pada umumnya setiap individu dalam tahapan tertentu juga akan bertanya tanya mengenai makna hidupnya, apa yang sebaiknya dilakukan-nya, dan bagaimana supaya me-miliki hidup yang lebih bermakna serta memiliki peran tertentu di tengah komunitasnya.
Jika berbicara mengenai hakekat manusia dari berbagai pandangan akan terdapat banyak perbedaan dan ketidaksepakatan dan konsep-konsep itu tentunya yang akan mempengaruhi dan mendasari pemikiran dan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang dalam sebuah komunitas tertentu atau dalam skala yang yang lebih besar. Salah satu pandangan yang menarik mengenai manusia diformulasikan oleh seoarang filsuf Yunani, Protagoras (490–420 SM) yang mengatakan bahwa manusia adalah “Homo Mensura” yang berarti “manusia adalah ukuran untuk segala sesuatu” (“Man, the measure of all things).”
Jika seseorang atau sekelompok orang pada akhirnya dalam kebebasan kehendaknya menerima dan mengadopsi paham ini sebagai sistem nilai hidupnya, dapat diprediksi akan menjadi seperti apa kehidupan komunitas yang demikian. Plato sendiri menyanggah Protagoras dengan mengatakan: “Jika setiap orang percaya bahwa dia benar dengan panda-ngannya sendiri tentang sesuatu, maka tidak ada orang lain yang dapat menilai pengalaman orang lain lebih baik dari dirinya sendiri, tidak akan ada orang lain yang lebih baik posisinya untuk menilai apakah pendapat seseorang itu benar atau salah, setiap orang memiliki opini masing-masing dan semuanya benar. Selanjutnya Plato mengaskan bahwa sia-sialah orang membayar mahal demi mendapatkan pendidikan jika setiap orang memiliki ukuran (wisdom) masing-masing. Dari pemikiran Protagoras terlihat jelas betapa sarat konsep relativitas yang dipahami oleh paham-paham postmodernism seperti di zaman sekarang ini.
Pengaruh Protagoras ‘tentang sejarah filsafat telah signifikan. Secara historis, itu dalam menanggapi Protagoras dan sofis sesama bahwa Plato mulai mencari bentuk-bentuk transenden atau pengetahuan yang entah bagaimana bisa jangkar penilaian moral. Seiring dengan Sofis Lama lainnya dan Socrates, Protagoras adalah bagian dari pergeseran fokus filosofis dari tradisi sebelumnya prasokrates filsafat alami untuk minat dalam filsafat manusia. Dia menekankan bagaimana subjektivitas manusia menentukan cara kita memahami, atau bahkan membangun, dunia kita, posisi yang masih merupakan bagian penting dari tradisi filsafat modern.

AKHIR SEBUAH CERITA

  "Sudah di pukul oleh kenyataan tapi tetap erat memeluk harapan."    Begitulah tulisan ini kumulai. Aku yang telah menumpahkan se...