Senin, 07 Maret 2016

Filsafat di tempat tidur


Sebagai mana yang telah berulang ulang kita dengar. Konon defenisi filsafat yang secara umum berasal dari Pythagoras yang berarti philosophien, philos yang berarti pecinta dan shopien berarti kebijaksanaan, maka secara sederhana filsafat adalah ilmu yang untuk mencintai kebijaksanaan. Tapi ada sebuah pertanyaan yang menggelitik namun serius mesti di jawab.  Sebagai mana Aristoteles mengharapkan Kebijaksaan itu bukan hanya harus berada di alam Idea. Tapi di praktiskan. Maka pertanyaan itu berbunyi.

“ Bagaimanakah Kebijaksanaan Filsafat di atas tempat tidur?”.

Rupanya, ruang jawab pertanyaan ini, adalah philosophy of man. Filsafat manusia, etika dan moralitas. tapi manusia yang di manakah yang tertuju. Meski kalimat filsafat manusia itu menuju kepada  “man”. Mengapa bukan “Woman”. Maka pertanyaan itu pun berakar dan kompleks. Menyentuh Tubuh perempuan. Karena di atas tempat tidur, lelaki bersama dengan tubuh perempuan. Barulah relasi itu penuh dengan libido kepuasan.

“Tapi siapakah yang memuaskan siapa?. Bagaimanakah Filosof berelasi di atas tempat Tidur?”. Dan “ adakah perempuan itu juga dapat bijak?”.

Jangan bilang ini tabu, karena sudah saatnya kita menelanjangi filosof, orang yang berfilsafat. Sudah saatnya kita nyaman berbicara tentang Eros, Seks dan Erotis. Namun Filsafat yang sudah Tua itu. Memiliki beribu jawab tentang bagaimana Filosof dapat bijak di atas tempat tidur, sedangkan dedengkot filsafat yakni Plato menganggap Tubuh Perempuan itu sebagai yang tertuduh negatif. Atau Filsafat yang tidak memberikan ruang bagi perempuan untuk menyebut dirinya sebagai seorang filosof. Seolah-olah Filsafat itu hanya berjenis kelamin Laki-laki.

Plato dan Aristoteles di atas tempat tidur.

Plato adalah filosof yang bijak secara idea, sebuah bakat yang turun dari seorang guru bijak bernama Socrates yang lebih setia kepada jiwa ketimbang tubuh. Jadilah Plato sebagai bujang lapuk yang tidak pernah menikah. Sehingga di atas tempat tidur, tiada lain selain dirinya sendiri yang menemani. Belakangan telah di ketahui, kesendirian itu adalah akibat prinsip memandangi Jiwa adalah sesuatu yang tidak mati  (athanatos). Dan tubuh (soma) sebagai semi (kuburan) yang jatuh kepada hal-hal indrawi saja. jiwa lebih tinggi dari pada tubuh. Begitu suara pekik plato yang terdengar ke telinga Aristoteles.

Dalam karyanya Politics, Aristoteles menggambarkan secara alamiah tentang konsep hirarki yang menurutnya secara wajar terdapat hirarki tuan atas budak, suami atas istri, pikiran atas tubuh, manusia atas alam. Dasara pemikiran hirarki inilah yang membawanya pada kesimpulan biologi reproduksi bahwa perempuan makhlukh pasif, bentuk material yang hanya bisa menerima Sperma. Atau dengan jelas Aristotles berkata jika tubuh perempuan adalah makhluk laki-laki yang tak sempurna. Jadilah perempuan itu terbentuk sebagai pemuas nafsu dari laki-laki. Dan itu memojokkan perempuan di atas tempat tidur. Masih kah filosof bijak di atas tempat tidur. Bagaimana posisi sosial perempuan di atas tempat tidur.? Pemuas nafsu sajakah?.

Dibawah Tempat tidur . Perempuan tetap tersudut.

Bagi Descartes untuk menjadi makhluk rasional artinya orang harus memisahkan diri dari rasa kebutuhan, kegairahan, dan yang berhubungan dengan ketubuhan. Hanya dengan cara demikian, pengetahuan yang murni dapat di capai seperti ilmu pengetahuan, matematika, dan filsafat.

Pemisahan yang telak antara rasio dan tubuh dari Descartes mempolarisasakian atau membentuk karakter laki-laki sebagai makhluk rasional dan perempuan sebagai makhluk emosional. Sedang dalam Summa teologianya Aquinas. Perempuan di atas tempat tidur adalah bernafsu dan penuh dengan kegairahan. Pada abad 16 sampai 17. Perempuan di buruh kemudian di bakar karena di curigai sebagai ahli sihir.

Ada sedikit kebijaksanaan di atas tempat tidur.

Roessau berusaha menjadi “makcomblang” untuk mengawinkan antara rasio dan emosi. Usaha itu di bahas dalam buku seksinya berjudul Emile. Dengan resonansinya yang berbunyi “ Amour de soi”/kenalilah dirimu. Ia percaya bahwa membangun sebuah masyarakat yang baik harus memiliki  kedua unsur tersebut. dalam mencapai tujuan pendidikan untuk membentuk “manusia yang unik” Perempuan harus sejajar dengan laki-laki.

Namun jika sudah di atas tempat tidur. Roessau menghadirkan Non sense!. Tiba-tiba, Laki-laki berbeda dengan perempuan. “ bila perempuam di ciptakan untuk melayani laki-laki maka ia harus berusaha untuk memantaskan dirinya lebih dapat di terima. Bersikap rendah hati, dan bernilai di mata orang.” Begitulah Roessau kelihatannya rancu berkata.

Dan tetap saja kebijaksanaan ini hanya berlaku untuk maskulin saja. dan perempuan tetap mesti harus memantaskan diri sebagai makhluk second.

Filosof kontemporer  butuh perempuan di atas tempat tidur.

Menguaknya jalinan cinta antara Filosof besar Jean Paul Sartre dan Simon de Beauvior dan surat menyurat di antara mereka yang terbaca sangat mesra dan vulgar. Sartre begitu butuh kehangatan tubuh de Beauvoir. Atau bahasa penyair yang sedang jatuh cinta. “aku tidak bisa hidup tanpamu”. Dengan bendera kebebasan seksual. Mereka berdua mesra di atas tempat tidur. Tapi merebak kemudian kontroversi. Ketika Sartre besar dengan karyanya Being and Nothingness, ia tidak menyebut nama de Beauvoir yang tentu sangat berjasa. Ada penghianatan terselubung di sana. Ketika di tanya perihal tersebut. de Beauvoir, tak menjawab dan menjelaskan hingga ia menutup matanya.

Tak beda jauh juga hubungan kontroversi antara seorang dosen dan mahasiswinya. Antara filsuf Heidegger dan Hannah Arendt. Yang kemudian menjadi sebuah di lema, pada saat Heidegger memihak Nazi. Sedang Hannah Arendt adalah penganut Yahudi.

Filsafat harus adil di atas tempat tidur.

Setiap orang pasti membenci ketidak adilan, dan filsafat sebagai ilmu yang mencintai kebijaksanaan mesti pula berurusan dengan keadilan. Dalam bahasa moralitas kant. Keadilan adalah postulat yang mesti di raih manusia. atau bagaimanakah mencapai kebijaksanaan jika tak ada keadilan. Maka dari pada itu. Kita mesti harus berani membawa filsafat kemanapun sampai kepada hal yang sangat privat, sekalipun di atas tempat tidur. Baik sedang dalam keadaan berpakaian atau sedang telanjang bulat. Filsafat sudah harus cerewet untuk membicarakan masalah tubuh, memeluk erotis dan kita nyaman membicarakan pantat, payudara dan kelamin perempuan, serta peranannya dalam tatanan sosial. Melihat pantat,payudara dan kelamin perempuan bukan sebagai melihat majalah porno. harus bijak diartikan  filsafat sebagai etos pencarian terus menerus dapat membentuk konsep seks, gender, seksualitas, perbedaan seksual, keadilan gender, kepuasana suka sama suka.

And now, seberapa nyamankah kita telah membicarakan seks di dalam kelas dan ruang diskusi.?. dan itulah pertanyaan pamungkasnya. Dan ini belum selesai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Syair pengembara

  Cinta bagai misteri yang tak bisa di pahami. Ia datang begitu saja tanpa kita kejar dan kita cari. Cinta itu unik, ia menghampiri hati yan...